Featured post

Menikahi Janda Kaya Untuk Biaya Kuliah

BAB 1: Makan Malam Masakan Ibu Kost Ada orang ketuk pintu. Rian membuka kamar kostnya. Rupanya ibu kostnya, Bu Rahma. "Ibuk masak agak ...

Mengalahkan yang Kuliah Ilmu Hadits dan Tafsir Hingga S3

______________
______________

Mengalahkan yang Kuliah Ilmu Hadits dan Tafsir Hingga S3

Ini tentang ilmu, tentang bagaimana semestinya kita bersikap terhadap ilmu. Apapun golongannya, sesama muslim itu bersaudara, kecuali yang ngaku-ngaku muslim saja. Saudaraku, coba kita mengevaluasi atau mencermati kebiasaan-kebiasaan di jaman modern ini yang menurut saya sangat beresiko / berbahaya sekali. Banyak yang enak sekali melakukannya, seakan tidak akan dimintai pertanggung jawaban.

Pernahkah mendengar seseorang berkata, "Al Quran ini petunjuk, siapa saja yang berpedoman pada Quran, pasti benar." atau perkataan sejenis? Di jaman sekarang ini banyak sekali. Ada apa dengan perkataan tersebut? Coba kita cermati.

Orang yang paham makna kontekstualnya, mungkin tidak masalah mendengar ungkapan tersebut, tapi jika dipahami tekstual, ini bahaya. Coba perhatikan, "siapapun yang berpedoman pada Quran, pasti benar." Al Quran memang benar karena Al Quran adalah Firman Allah. Tetapi, apakah semua orang memiliki kemampuan yang sama dalam memahami Al Quran? Tentu saja tidak.

Waktu potong rambut saya pernah mendengar dua orang sedang berdialog. Sepertinya yang satunya tukang becak. Keduanya asyik ngobrol di teras kios pangkas rambut tersebut. Kata salah satu dari mereka, ".... ada dalam Quran, saya pernah membaca..." beliau mencoba mengingat-ngingat dengan bacaan ala kadarnya. "Pokoknya maksudnya itu ...." begitu yang saya dengar. Jelas orang tersebut tidak hafal Quran, tentu tidak hafal 300.000 hadits, tetapi berani sekali kan menafsirkan ayat Al Quran. Berani sekali mengaitkan suatu perkara dengan ayat Al Quran. Apa ia lebih pintar dari mereka yang belajar ilmu tafsir hingga S3 ?

Baca juga: Ini rupanya 73 Golonan Umat Akhhir Zaman

Fenomena seperti ini muncul juga karena kesalahan diksi dalam ceramah oleh oknum ustadz. Ada ustadz yang dalam ceramahnya suka mengatakan, "Kembali pada Quran dan Hadits. Jadikan Quran dan Hadits shohih sebagai pedoman." Ada juga yang bilang begini, "Mencari petunjuk kok datang ke dukun, baca primbon? Petunjuk yang benar itu ya Quran dan hadits." Orang awam yang mendengar ceramah seperti ini, ditelan mentah-mentah. Langsung aja buka Quran dan hadits terjemahan. Wah, langsung auto lebih pinter dari ulama yang bertahun-tahun belajar ilmu hadits dan ilmu tafsir. Jika bisa mendapat petunjuk hanya dengan membaca terjemahannya, tidak perlu datang ke pengajian lagi. Hehe... Lebih parahnya lagi ada orang awam yang malah nyalah-nyalahkan ulama. Ada yang bilang begini, "Ulama mereka itu tidak mau menyampaikan, padahal jelas tertulis dalam kitab hadits shohih..." Hahaha... Ada juga yang dengan sombong mengatakan, "Mereka itu selalu bilang 'kata fulan, kata usadz fulan' kenapa tidak pakai dalil?" Maksud dia tidak pake Quran dan Hadits. Jadi, menurut dia ini perkataan ulama itu kalah dengan Quran dan Hadits. Memang benar sih, tapi kan aneh. Dia kira ulama itu tidak berkata berdasarkan Quran dan Hadits. Jadi, dia merasa dirinya lebih mampu memahami Quran dan Hadits dibanding ulama.

Mereka yang belajar ilmu hadits hingga S3, juga mereka yang belajar ilmu tafsir tidak sembarangan memahami Al Quran. Ada ustadz yang bilang, butuh 13 ilmu untuk memahami Al Quran. Jadi, tidak cukup hanya mendengar pengajian sekali dua kali sepekan.

Menarik apa yang disampaikan Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA. di Facebooknya :
...contoh kekeliruan fatal yang terlanjur ditelan mentah-mentah. Banyak sekali, beberapa di antaranya adalah :

1. Mengira bahwa keshahihan hadits itu wahyu turun dari langit. Padahal keshahihan itu hasil ijtihad manusia.

2.Mengira pembagian hadits hanya ada dua saja yaitu Shahih dan tidak Shahih. Padahal pembagiannya begitu banyak,hingga puluhan bahkan ratusan.

3. Mengira bahwa selain hadits Shahih harus dibuang dan ditinggalkan. Padahal ada banyak sekali hadits meski tidak Shahih yang diamalkan para ulama.

4. Mengira kalau suatu hadits sudah Shahih, langsung wajib diamalkan begitu saja. Padahal banyak sekali hadits Shahih yang tidak perlu diamalkan.

5. Mengira bahwa status hukum syariah seperti wajib, Sunnah, mubah, makruh dan haram akan tertulis secara eksplisit dalam matan hadits. Padahal status hukum itu baru diketahui setelah lewat proses istimbath hukum, bukan sekedar baca teks.

6.Mengira semua hadits Shahih pasti sejalan dan sesuai. Padahal banyak sekali sesama hadits Shahih yang bertentangan.

7. Mengira bahwa kita yang awam ini, asalkan bisa buka kitab Rijal langsung bisa menentukan status keshahihan hadits. Padahal prosesnya tidak sesederhana itu, Ferguso.

8. Mengira hadits Shahih itu sebatas Shahih Bukhari dan Muslim saja. Padahal hadits Shahih itu jumlahnya banyak sekali, tidak akan tertampung dalam satu dua judul kitab.

9. Mengira asalkan suatu hadits sudah Shahih maka sudah jadi Mazhab. Padahal berdirinya Mazhab itu bukan dari hadits sebiji dua biji,tapi dari ratusan ribu hadits, plus lusinan sumber hukum syariah lainnya.

10. Mengira bisa jadi muhaddits (pakar hadits) sekedar lewat otodidak dan baca-baca buku di perpustakaan. Padahal semua ahli hadits itu lahir lewat proses sanad guru ke murid yang terus bersambung kepada Rasulullah SAW.

11. Mengira produk fiqih 4 mazhab itu bisa dituduh keliru cuma bermodal satu hadits hasil searching di Google.

12. Mengira ulama fiqih dan para Mujtahid tidak mengerti hadits. Padahal para ulama fiqih rata-rata ahli hadits.

Ada juga pebisnis yang ngawur, agar kursusan bahasa Arab yang didirikannya laris, ia bikin iklan dengan kalimat, "Belajar Bahasa Arab agar paham Quran." Wah, orang Arab saja tidak langsung auto paham Quran. Kalau yang dimaksud adalah paham teks kalimat-kalimat dalam Quran, bisa. Maksudnya, bukan berarti paham makna isi kandungan Al Quran seperti pemahamannya ahli tafsir.

Belum ada Komentar untuk "Mengalahkan yang Kuliah Ilmu Hadits dan Tafsir Hingga S3"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel