Suami Baru Sang Janda Desa Sangat Dermawan
Senin, 15 Juni 2020
Tambah Komentar
______________
______________

"Halim keren sekarang."
Sekumpulan anak-anak di halaman musholla sedang membicarakan salah satu temannya yang menurut mereka baru saja mendapatkan keberuntungan. Padahal baru dua tahun lalu dia mendapat musibah: ayahnya meninggal dunia karena dibegal. Mereka sedang menunggu salah seorang temannya untuk pergi menangkap belalang di sawah. Halim tidak ikut serta karena sedang bepergian sama ayah barunya. Naik mobil keren tentunya.
"Iya. Ayah barunya punya mobil. Kaya."
"Orang kota dia."
"Iya. Bisa bahasa Inggris."
"Sholat ngak dia?"
"Wah, alim. Dia, katanya, belajar baca kitab kuning."
"Iya, dia nikah sama tante Hilma itu karena Tante Hilma bisa baca kitab."
"Ingin barokah kyai, katanya."
"Wah, keren ya... Jarang-jarang ada orang kota kayak gitu."
"Dia itu bukan orang kota. Cuma kerja di kota."
"Orang Pujer kan, dia?"
"Iya."
"Kok mau ya? Tante Hilma kan tidak sekolah, tidak punya ijazah. Orang kayak gitu kan biasanya cari yang sarjana, kayak Tante Desi, Tante Diah. Kan keren-keren mereka."
"Iya, pernah juara olimpiade Fisika di Singapore juga."
"Kalau sudah jodoh memang begitu."
Baca juga: Pemuda Mencintai Pembantunya
***
Halim diajak mengunjungi panti asuhan. Ayah barunya ingin memotivasi Halim dengan menyaksikan kegiatan anak-anak panti menghafal AL Quran. Selain itu, ia juga ingin Halim bisa merasakan pengalaman berbagi. Halim membagi-bagikan sejumlah uang dan barang kepada anak-anak yatim. Ayahnya ingin, dengan demikian Halim tumbuh menjadi dermawan seperti sahabat Nabi, Utsman bin Affan ra.
Halim merasa berada di dunia baru. Biasanya, dengan teman-teman di kampung selalu membicarakan keindahan-keindahan dunia: menjadi anak keren, menjadi orang terkenal, bisa pergi ke kota dan pamer kebolehan sebagai anak muda. Ayah barunya orang berpendidikan dan lama di kota. Ternyata malah berburu barokah para ulamak.
Hilma adalah seorang wanita kampung yang hanya lulusan SD. Pendidikannya hanya di pesantren. Ia pun heran dengan suami barunya. Ia dan teman-temannya selalu bermimpi untuk bisa hidup di kota, untuk bisa menjadi orang kota yang keren. Kadang ia berhayal, andai dulu disekolahkan, mungkin ia sudah menjadi wanita karir berpenampilan keren seperti wanita-wanita di kota. Tetapi itu hanyalah mimpi wanita kampung.
Karena itulah ia selalu memotivasi anaknya agar rajin sekolah, bahkan kalau perlu ikut les pada sore harinya. Padahal, dulu, anak-anak desa sekolah di Nadratsah Diniyah pada sore hari dan belajar di Musholla pada malam hari dan habis subuh. Sekarang Madratsah dan musholla sudah kurang laku karena tidak bikin keren. Apalagi ada kabar peringkat kecerdasan anak Indonesia rendah dibanding anak-anak di negara lain. Bisa baca Al Quran dan kitab kuning dianggap tidak cerdas oleh orang barat.
***
"Sampeyan kok mau nikah sama perempuan desa?" tanya Pak Sakir, salah seorang tetangga Hilma, pada Salim, suami baru HIlma. Pak Sakir sering bersama Salim saat hunting foto alam. Pak Sakir cari rumput.
"Hidup di kota itu tidak bahagia, Pak. Kelihatannya saja keren. Mereka stress setiap hari mikir banyak masalah. Masak mau hidup dengan masalah hingga akhir hidup?" Pak Sakir tertawa. "Mereka itu berburu dunia, dapat banyak memang. Tapi mereka tidak punya sakinah, ketenangan batin. Mereka tak punya itu. Jangankan tertawa, tersenyum pun jarang."
"Di TV itu banyak yang tertawa."
"Saat tampil di TV saja. Banyak artis yang kecanduan NARKOBA. Kalau sudah bahagia, ngapain mengkonsumsi narkoba? Untuk bisa tersenyum dan tertawa, mereka butuh biaya mahal, harus pergi ke Amerika, harus ke bioskp, ke Mall, dan semacamnya. Orang desa tidak perlu. Ngobrol sama tetangga saja sudah ketawa terbahak-bahak."
"Hahahahaa... Sampeyan bisa aja."
"Orang desa itu sabar, Pak. Orang desa, meskipun banyak hutang, harta tidak punya, banyak masalah, masih bisa mikir untuk bantu tetangga, masih mau berbagi tempe dan sayur. Orang di kota, harta banyak, hidup mewah, kena masalah dikit, kayak mau kiamat. Jangankan tetangga, sama mertua bisa lupa."
"Hatinya miskin ya."
"Santri itu didik ikhlas dan merasa tenang karena yakin pada Allah. Allah tidak tidur dan selalu mengurus mahlukNya. Di sekolah, kita diajari mikir sebab akibat: mau kaya, kerja; kalau mau begini, harus begitu; mau sehat, harus makan makanan sehat, tidak boleh makan yang tinggi gula, tidak boleh ini, tidak boleh itu, Kebanyakan mikir, jadinya stress. Dokter itu pinter ilmu kesehatan, nyatanya ya sakit juga."
"HAhahahahaa... Sekarang kan sudah banyak itu yang pake kerudung lebar-lebar di TV itu?"
"Itu hanya penampilannya saja, Pak. Luarnya saja. Saya kaget, pernah saya lihat ibu-ibu berpakaian serba tertutup ngomel-ngomel. Bukankah suara wanita itu tidak boleh keras? Banyak dari mereka menghafal Quran hanya untuk menjadi terkenal, tujuannya pamer aja. Padahal, orang ber-islam itu kan mencari ridho Allah, bukan agar terkenal. Agama hanya dijadikan pakaian oleh mereka. Dulu saya juga kagum sama mereka. Sekarang sudah tahu, tidak menarik. Memang tidak semua begitu, tapi yang saya temui seperti itu."
"Pemahaman mereka juga beda ya? Katanya kita ini dianggap sesat?"
"Nah, itu lagi. Sebenarnya, perbedaan dalam agama ini kan udah dari dulu, Pak. Cuma, kan tak perlu diperdebatkan di depan orang banyak. Cukuplah para ulamak yang berdiskusi di ruang ilmiah. Mereka itu gampang sekali menyesatkan orang, yang tidak sama dengan mereka dianggap sesat."
***
bersambung
Belum ada Komentar untuk "Suami Baru Sang Janda Desa Sangat Dermawan"
Posting Komentar