Featured post

Menikahi Janda Kaya Untuk Biaya Kuliah

BAB 1: Makan Malam Masakan Ibu Kost Ada orang ketuk pintu. Rian membuka kamar kostnya. Rupanya ibu kostnya, Bu Rahma. "Ibuk masak agak ...

Sosok Wanita yang Menentramkan itu Bersuami

______________
______________

Sosok Wanita yang Menentramkan itu Bersuami

Sejuk sekali memandangnya. Bukan kecantikan wajahnya. Waktu aku masuk ke ruang tamu itu, kupikir istri pria itu sudah tua. Waktu dia duduk di sampingnya turut menemaniku sebagai tamunya, aku kaget. Wajahnya tidak terlalu istimewa, tidak cantik seperti artis. Tapi, sejuk hati memandangnya. Dia sudah punya suami. Kupalingkan muka, kutundukkan hati. Ada hawa hangat di dada. Rasanya, sekujur tubuhku terbakar rasa cinta.

Pria itu bicara banyak hal padaku, tapi aku tidak fokus. Wanita di sampingya merenggut seluruh kesadaranku. Aku tidak berdaya. "Monggo diminum tehnya," katanya. Aduhai, aku tidak tahan. Rasanya aku menjadi raga tampa jiwa. Seluruh jiwaku seakan telah direnggutnya. Padahal aku punya banyak teman wanita, baru kali ini aku bertemu wanita sekuat ini auranya.

Salim segera pamit pulang usai keperluannya. Pikirannya kurang fokus. Ia tidak tahu apa yang dibicarakan Kyai Sahlan. Entah setan apa yang merasukinya hingga ia tergoda sama istri Kyai Sahlan. Istri beliau memang masih muda, mungkin lebih tua lima atau enam tahun dari Salim. Sepanjang jalan Salim teringat sosok wanita istri Kyai Sahlan. Salim berhenti di area persawahan. Ia berteduh di bawah pohon kelapa di tepi jalan, mencoba menenangkan diri.

Rasanya aku ingin merebut dia, ingin kupisahkan dari suaminya. Lagian suaminya sudah tua. Rasanya tidak ada di dunia ini sosok wanita seanggun dia. Bukan karena cantik wajahnya, tapi begitu menawan hati. Aduhai, jiwaku kacau. Rasanya aku tak sanggup berjalan lagi. Belum pernah aku berada dalam satu rumah yang terasa begitu menentramkan, selain rumah tadi.

Baca juga: wanita cantik di warung bambu bagian 1

Sebulan lalu Salim ditawari calon istri, seorang guru SMP di daerahnya, tapi ia tidak mau. Ia kurang suka meskipun dia cantik. Ia ingin yang menentramkan, bukan yang tampak keren tapi bikin hati tak tentram. Dulu ia ingin sekali punya pasangan yang gaul dan keren kayak artis di TV, tapi itu dulu. Perjalanan hidup telah mengajarinya betapa lelahnya kehidupan ini.

Sekarang ia mendambakan rumah yang bisa menjadi tempat istirahat jiwa dan raganya, tentu ditemani istri yang sifat, sikap, dan kepribadian menentramkan. Bukan wanita yang berlaga bak model di panggung. Ia tak butuh hiburan akting artis kelas dunia, yang dibutuhkan di rumah adalah ketentraman. Ia sangat yakin, istri Kyai Sahlan adalah wanita yang diimpikannya. Tetapi sayang, dia sudah bersuami.

***

"Aku dapat kenalan baru, Lim."

"Anak mana?"

"Perawat. Keren dia. Cantik. Mau tak ajak jalan-jalan besok."

Salim tak terlalu bersemangat cerita kawannya, baginya tak menarik. Ia sudah bosan mencari kesenangan di luar. Sekarang ia mendambakan rumah yang bisa menjadi surga bagi dirinya, rumah yang menentramkan. Ia seperti sudah kelelahan hidup. Bertahun-tahun ia hidup dengan ambisi mengejar mimpi.

"Yang kapan hari kemana?"

"Udah putus. Tidak gaul dia, malu-maluin aja."

Salim masih terbayang-bayang istri Kyai Sahlan. Ia jalan-jalan ingin melupakannya, tapi kok sulit. Ia sudah bosan dengan suasana luar. Jiwanya sudah lelah dengan aktivitas liar di luar. Ia ingin di rumah bersama keluarga. Sayangnya, wanita yang mampu menentramkan jiwanya sudah bersuami. Sudah lama juga ia mendambakan pasangan hidup, tapi tidak ada yang bikin dia merasa sreg.

Ia pulang dan rebahan di ranjang. Bayangan istri Kyai Sahlan hadir, seakan tersenyum padanya dan menemaninya. Dilihatnya daftar panggilan terakhir di HP-nya. Waktu pertama kali menghubungi Kyai Sahlan, yang angkat justru istrinya. Salim ingin mencoba menelfonnya dengan nomor lain, sekedar ingin mendengar suaranya. Tetapi, itu tak guna. Jika memang berani, ia lebih memilih merebutnya saja.

***

ketipu wanita bersuami.

Siang ini Salim mampir di sebuah warung di desa Karang Semangka. Sejuk udaranya. Ia menyandarkan tubuhnya sambil menikmati hijaunya hamparan tanaman hijau di persawahan. "Ini mas esnya," sang penjual menyuguhkan es pesanannya.

"Lagi sepi, Mbak?"

"Iya."

Salim terkesiap melihat wajah wanita itu. Ia jadi teringat istri Kyai Sahlan. Dipandanginya ia yang sedang mencuci piring dan gelas. Salim menghela nafas dalam. Rupuanya di dunia ini tak hanya satu wanita yang bisa menentramkan. Dia tampak kalem di mata Salim, aura wajahnya sejuk.

"Sendirian saja, Mbak?" tanya Salim.

"Iya," jawabnya diiringi senyum.

Salim suka mendengar suaranya.

"Dulu anak saya ikut bantu," lanjutnya. Rupanya wanita itu tertarik untuk ngobrol.

"Sekarang kemana, Mbak?"

"Ikut bapaknya."

"Kerja?"

"Bukan. Nikah lagi."

Salim kaget. "Loh...! Tapi masih sama mbaknya?"

"Tidak," jawabnya. "Napain mas. Laki sudah diambil orang, biar aja."

Salim seperti menemukan pengganti di hatinya. Tak perlu ia merebut istri orang. "Tidak ingin nikah lagi, Mbak?" tanyanya.

Wanita itu tersenyum. "Yaaa... kalau ada yang serius," katanya.

Dada Salim terasa hangat. Ia tak mau kehilangan keempatan. Mumpung tidak ada pembeli lain. "Sama saya mau, Mbak?"

"Aduh...!!" wanita itu kaget. Dia tertawa. "Masnya serius?"

"Iya. Saya yakin mbaknya wanita baik."

Keduanya pun menikah. Pernikahan yang sederhana, maklum, sudah janda. Orang kampung tak terlalu berambisi dengan pesta mewah untuk pernikahan kedua. Apalagi ia bukan orang kaya. Malam pertama mereka lalui. Begitu indah. Sudah lama Salim menghayal tentangnya. Kini telah dilabuhinya sepanjang malam.

Tiga bulan berlalu, ada kabar Kyai Sahlan wafat. Salim rupanya belum bisa melupakan wanita itu. Masih ia ingat saat berada di ruang tamunya. Wanita anggun bak bidadari surga. Tetapi kini dirinya sudah beristri. Beginilah hidup, pikirnya. Andai tidak terburu-buru, betapa indahnya mendapatkannya. Allah memberikan yang terbaik untuk hambaNya.

Hari Jumat sore datang seorang pria berbadan gemuk. "Berani sekali kamu menikah lagi...!!" katanya dengan nada tinggi.

Salim kaget dan ketakutan. Istrinya memalingkan wajahnya. "Loh, kamu kan yang nikah lagi duluan...!!" katanya.

"Kamu itu masih sah istrii saya...!!"

Salim kaget. "Astaghfirullah," kenapa tidak ada yang bilang, pikirnya.

"Jadi...." pria itu memandang Salim. "Mas belum cerai?"

Urusan administrasi di desa memang agak rumit. Pemalsuan data seperti hal biasa. "Nikah lagi tidak apa-apa, tapi selesaikan dulu...!!" kata pria itu.

"Maaf, Mas," kata Salim. "Saya minta maaf, ini saya lakukan karena tidak tahu kalau belum cerai. Hari ini juga saya pergi."

Istrinya tampak berat melepasnya, tapi dia istri orang. Salim pergi. Dia berhenti di daerah persawahan di tepi jalan. Menyesal. Ia takut apa yang dilakuknnya bersam wanita itu bernilai zina, dosanya besar. zina sekali katanya setara berbuat dosa setiap hari selama 70 tahun. Ia banyak beristighfar. Galau lagi pikirannya.

Dengan hati gelisah, ia nekad saja langsung ke kediaman almarhum Kyai Sahlan. Rupanya sedang tutupan. Salim memberi salam beberapa kali, agak lama tak ada yang menhampirinya. "Waalaikumsalam," seorang santriwati menjawab dari sampingnya. "Mau bertemu Bu Nyai?" tanyanya.

"Iya."

Santri itu masuk ke ndalem.

Tak lama kemudian nyai keluar. Berdesir hawa sejuk di hati Salim. Wanita anggun yang dulu telah merengut jiwanya. Saat ini dia sudah tidak bersuami lagi. Salim di persilahkan masuk dan duduk di kursi.Nyai di hdapannya. Masih tampak pucat wajahnya, tapi nampak senyum mengurai. Salim mengingatkannya bahwa dia pernah ke sini dulu.

"Oh, iya," kata Bu Nyai. "Lupa saya."

"Begini bu nyai...." bu nyai memandanginya. "Maaf, mungkin ini lancang." bu nyai mengerutkan keningnya. "Jodoh itu Allah yang menentukn..." bu nyai seakan mengerti maksud Salim. ekspresi wajahnya berubah. "Saya berniat melamar bu nyai jadi istri saya." Bu nyai menghela nafas dalam. Lama ia diam seperti berpikir.

"Saya belum bisa menjawabnya," katanya.

Salim tersenyum. Dari sorot matanya, ia yakin akan diterima. "Semoga Allah mentakdirkann kita berjodoh." Bu Nyai tersenyum. Hampir saja ia bilang aamiin, tapi ditahannya. "Iya, saya tinggal nomor hp ya?" Bu Nyai mengiyakan. Ia pun mengambil hp-nya dan menyimpan nomor HP Salim.

Lega rasanya hati Salim. Rasanya ia tidak ingin keluar dari rumah itu. Ingin langsung masuk kamar aja. Ia pun segera pulang. Nekad bener dia. Tiba di daerah persawahan ia berhenti sejenak. Pikirnya, terkadang ketakutan menjadi penghalang terbesar sebuah kesuksesan. Ia yakin sekali akan mendapatkan Bu nyai. Pikirnya, mungkin tiga hari lagi akan ada jawaban.

Rupanya dugaannya keliru. Ada pesan WA selepas sholat isyak. Masih tersimpan nomor WA yang dulu. Hhmmmm.... Seperti terbang ke angkasa dan masuk surga. Begitu perasaan Salim. Bu Nyai mau menjadi istrinya.





Belum ada Komentar untuk "Sosok Wanita yang Menentramkan itu Bersuami"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel