Daripada Kuliah, Lebih Baik Nikah Sama Janda

"Kamu gila, Yan...!! Ibu sekolahkan kamu biar jadi orang sukses. Kok malah ngawur gitu ngomongnya...!!"
"Bang Sarman sarjana, nganggur. Bang Zaen sarjana, nganggur. Apalagi Bang Fikri, sudah S2, nganggur juga. Bang Edo sarjana kedokteran gigi, eh, jadi kuli pabrik."
"Terus...!! Kamu pikir, dengan tidak kuliah, jadi lebih baik dari mereka?! Kamu salah, Nak...!! Yang kuliah saja begitu, apalagi tidak kuliah...!!" Ibunya tampak marah.
Riyan tertawa, tapi dalam hati saja. "Hidup ini tidak bisa selalu dilogikakan."
"Mau kayak orang gila?!" Bentaknya.
"Motivator yang bilang begitu. Kekuatan pikiran bawah sadar, kata mereka."
"Motivator itu kuliah psikologi, Naaaaak...!!"
"Ada yang hanya lulusan SMA."
"Kamu bantah ibu...!! Berani sama ibu ya...!!"
Riyan terdiam. Sepertinya ibunya sangat tersinggung oleh sikapnya. Suasana semakin tegang.
Sambil terisak, "Ibu tidak menyangka... Kamu jadi begini... Apa kata orang kalau kamu menikah sama wanita tua, lebih pantas jadi nenek kamu. Andai dia kaya, mungkin mengharap hartanya. Dia hanya nenek-nenek kampung yang kerja jadi pembantu. ...," isaknya semakin dalam. "Setan apa yang merasukimu, Naaak?"
Baca juga: Janda Tak Masalah, Asal Cantik dan Beradab
***
"Lo serius mau nikahin pembantu lo, Yan?" tanya Irwan.
"Iya, serius."
"Gila lo, Yan."
"Lebih gila mereka yang menikahi gadis cantik. Sekolah tinggi-tinggi, hanya untuk jadi budak wanita."
"Kamu salah, Yan."
"Fakta."
"Itu karena sayang, Yan."
"Sayang?! ... Sampek putus sekolah. Sampek mati kecelakaan. Sampek tewas berkelahi. Demi wanita?"
"Cinta itu memang butuh pengorbanan...!!"
"Kenapa banyak yang selingkuh lebih dari dua wanita?!"
"Itu hak mereka."
"Karena tak bahagia," kata Riyan. Irwan menatap Riyan dengan amarah. "Tidak ada budak yang bahagia."
"Terus, kamu mau jadi budak wanita tua, nenek-nenek gitu...?!"
"Dia sudah lama tinggal di rumah. Dia sibuk dengan ibadah. Selalu tersenyum. Seakan tak pernah ada masalah dalam hidupnya. Sangat beda dengan penghuni rumah yang lain. Aku belajar. Aku membandingkan mereka. Seringkali dia bilang, 'Semua ini dari Allah. Yang dariNya pasti yang terbaik. Tidak usah mengeluh.' Dengan wajah bahagia dia bilang begitu. Padahal, kerjaannya banyak, gajinya tak banyak dan tak pernah rekreasi, tak pernah ke tempat hiburan."
"Terserah Lo...!!"
"Yang kita cari kebahagiaan, kedamaian, bukan kesenangan sesaat."
***
Riyan tidak bisa tidur. Ia lagi mikir masa depannya. Ia merasa tidak puas dengan kehidupannya menjadi anak orang kaya. Ia juga merasa tidak suka dengan gaya hidup orang tuanya. Sedangkan ibunya semakin bingung dengan sikap Riyan. Hanya dia anak yang berperilaku aneh. Dulu pernah malas sekolah, sekarang malah malas kuliah. Cara pandangnya juga agak aneh. Dia sering mempertanyakan hal-hal yang sudah lumrah. Satu hal yang membuat ibunya menganggap Riyan gila adalah keinginannya untuk menikahi pembantunya yang sudah tua, Mbok Sarini.
“Nak Rian kok aneh mau nikahi saya?” kata Mbok Sarini. Ayah dan ibu Riyan sedang di kantor. Jadi hanya mereka berdua di rumah.
“Mbok tahu kan keadaan rumah ini. Saya ingin ketentraman hidup.”
Mbok Sarini paham. Kedua orang tua Riyan memang sibuk dengan pekerjaan, sibuk dengan harta.
Mbok Sarinilah yang menyayangi anak-anaknya, termasuk si Riyan. Tetapi, ini aneh, seharusnya Riyan seperti abang-abangnya, sayang sama Mbok Sarini sebagai seorang ibu, bukan malah mau dijadikan istri. Mbok Sarini juga paham Riyan tidak suka jalan hidup keluarganya. Makanya dari dulu dia malas sekolah. Anak itu memang beda dari saudara-saudaranya.
Mbok Sarini pikir, mungkin Riyan tidak ingin kehilangan dirinya, ingin terus bersama dirinya, makanya ingin menikahinya. Jadi, bukan karena hasrat birahi. Ia coba renungkan, mencoba memahami maksud Riyan. Kalau memang Riyan mau, mungkin lebih baik ia kembali saja ke kampung dan ajak Riyan. Dia mau bersam Riyan, tidak harus menjadi istrinya. "Mungkin Mbok mau kembali ke kampung saja," katanya.
Riyan jadi kaget. "Kenapa harus pulang kampung, Mbok?" Rian pindah duduk di samping Mbok Sarinah. "Jika memang itu keinginan Mbok Sarinah, saya ikut," kata Riyan. "Mbok Sarinah mau pulang hari ini ke kampung?" Mbok Sarinah kaget. Sepertinya Riyan memang tidak mau berpisah dari dirinya. "Ayo, saya usahakan cari tiker pesawat atau tiket kereta kalau tidak ada pesawat. Kita pergi dari rumah ini."
Anak ini semakin aneh. Sepertinya dia sangat merindukan kasih sayang seorang ibu.
"Saya cari tiket pesawat sekarang," kata Riyan. Mbok Sarinah menahannya, tapi Riyan tetap maksa. "Kita pergi dari sini," katanya. Riyan segera pergi mencari tiket pesawat.
Mbok Sarinah jadi bingung. Sepertinya dirinya sudah berbuat kesalahan besar. Tetapi, dirinya pasti sudah dianggap sebagai benalu oleh orang tua Riyan. Dia bingun.
Riyan dapat tiket. Dia segera mengajak Mbok Sarinah untuk beres-beres pakaian yang hendak dibawa. "Ayo, cepetan. Kita pergi saja." Karena bingung, tak tahu harus ngapain, Mbok Sarinah nurut saja.
***
Pesawat take off. Ada rasa lega di hati Mbok Sarinah, tapi juga terbebani. Pikirannya jadi kacau tidak menentu. Tak terasa mereka tiba di bandara. Dari bandara masih naik bus sejauh kurang lebih 60 km, setelah itu naik angkot sekitar 15 km, setelah itu naik ojek sekitar 5 km. Akhirnya mereka tiba di kampung halaman, suatu desa kecil yang hanya dihuni 23 keluarga.
Mbok Srinah tidak punya anak, suaminya juga sudah meninggal. Di desa tersebut semuanya saudara sebenarnya dari buyutnya Mbok Sarinah. Mereka asal menuju rumah saja, yaitu rumah Pak Haji Kaslan karena memang berada di pinggir jalan dan kebetulan orang-orang lagi pada ngumpul di teras beliau. Lama tidak pulang mereka banyak ngobrol dengan Mbok Sarinah. Mereka juga bertanya-tanya tentang Riyan.
"Tinggal di rumahku saja," kata Mbok Salma. Beliau teman kecil Mbok Sarinah. "Saya sendirian di rumah."
Boleh juga pikir Mbok Sarinah. Puas ngobrol, Mbok Sarinah bersama Riyan pun menuju rumah Mbok Salma. Rumahnya terbuat dari anyaman bambu, lantainya tanah. Rian duduk di ruang depan. Mbok Sarinah mengajak Mbok Salma ke dalam, ia ceritain Riyan pada Mbok Salma. Mbok Salma kaget mendengarnya.
***
Petang ini Riyan dan Mbok Sarinah menikah, dinikahkan oleh tokoh agama desa, tak perlu ke KUA. Sah. Pesta kecil-kecilan saja, hanya makan bersama. Pikir Mbok Sarinah, yang penting sah saja dan bisa terus bersama. Riyan senang. Malam semakin larut, para tamu pulang. Tinggal Riyan, Mbok Sarinah dan Mbok Salma. "Kamu tidur di sana ya," kata Mbok Sarinah pada Riyan, menunjuk tempat tidur di sebelah utara. "Saya tidur sama Mbok Salma," katanya.
Riyan kaget. "Kita kan sudah menikah," katanya.
Mbok Sarinah dan Mbok Salma kaget. Pikir mereka, sudah tua, ngapain tidur sama laki-laki? Mbok Sarinah bingung. "Nak Riyan mau tidur sama saya?" tanyanya.
"Kita kan suami istri."
Mbok Sarinah bernafas dalam. Dia bingung. Pikirnya, masak akan berhubungan suami istri? Rasanya tidak mungkin. Tetapi, karena sudah permintaan suami, ia turuti saja, tidur bersama. Riyan pun segera tidur di sampingnya. Mbok Sarinah tidur di tepi utara menghadap utara. Tetapi Riyan mendekatinya dan memeluknya. Mbok Sarinah merasa risih, tapi dia tidak bisa melepaskan diri. Riyan mencium pipinya layaknya seorang suami. Mbok Sarinah merasa kaget sekali, tidak ia sangka Riyan akan begini. Ia berusaha mendorong Riyan agar bisa menghindar, tapi terlambat. "Sakit...!!" Riyan menghentikan aksinya. Dia tidak mau menyakiti Mbok Sarinah. Dia melepas pelukannya.
Riang bingung. Seharusnya malam ini ia menikmati malam pertama, tapi kok jadi begini? pikirnya. Ia coba buka HP-nya, rupanya ada sinyal. Ia browsing mencari tahu tentang wanita tua. Setelah membaca beberapa artikel, ia baru tahu bahwa wanita tua sudah tidak memiliki cairan pelumas sehingga butuh pelumas bantuan yang disebut vigel. Ia pun menahan diri.
Esoknya Riyan minta antar ke tukang ojek ke kota untuk beli vigel. Saat istirahat siang sia ajak istrinya tidur. Mbok Srinah ketakutan, tapi Riyan tunjukkan caranya. Ia pun mau. Keduanya pun menikmati indahya cinta.
Mbok Sarinah tidak begitu bahagia, justru merasa aneh. Anak muda yang diurusnya sejak kecil, kini malah mencumbui dirinya. Sungguh aneh. Tetapi, sudah terlanjur sah jadi suami istri.
Belum ada Komentar untuk "Daripada Kuliah, Lebih Baik Nikah Sama Janda"
Posting Komentar