Berhenti Menjadi Guru, Jadi Kuli Bangunan

"Tidak ngajar, Sam? tanya Lek Hafit pada Samsuri yang sedang bersantai di teras. Lagi ramai para tetangga bersantai di teras.
"Udah berhenti, Lek."
"Kerja apa sekarang?"
"Ikut kerja bangunan."
"Loh..., eman ijazahmu, Sam."
"Iya sih, tapi kalau tidak nekad, tidak kawin-kawin."
Ibu-ibu yang lagi bersantai di teras tertawa. "Udah kebelet kawin ya, Sam," kata Bu Tuni.
"Udah punya calon?"
"Masih nyari."
Sudah tiga tahun Samsuri menjadi guru, sejak semester 7 dulu. Dulu gajinya cuma Rp 50.000,- sebulan, terus naik hingga menjadi Rp 450.000,-. Sedangkan kuli bangunan sehari digaji Rp 100.000,- di daerahnya. Samsuri nekad kerja jadi kuli karena dia butuh modal untuk bisnis online. Dia butuh beberapa alat bantu bisnis onlinenya. Pikirnya, dengan bayaran Rp 100.000,-, dia bisa membeli beberapa alat untuk kelancaran bisnis onlinenya.
Awalnya, badannya terasa sakit semua sepulang kerja. Bahkan ia tidak sempat mengurusi bisnis onlinenya selama dua hari karena kecapean. Tetapi, perlahan ia bisa atur waktu. Ia yakin, dalam waktu dua atau tiga bulan, penghasilan bisnis onlinenya akan mulai nampak. Baru beberapa bulan lalu ia belajar strategi baru dan setelah beberapa minggu ia coba, hasilnya cukup memuaskan.
Minggu ini Samsuri kerja membangun rumah Pak Haji Firdaus di desa Laok Sabe. Rupanya anak beliau cantik. Samsuri suka. "Ri, cantik tu," kata Pak Hadi, rekan Samsuri. "Cocok sama kamu itu, sarjana juga."
"Saya sudah ikut perang kayak gini, apa mau?"
"Laki-laki mikir gitu, kamu ini...! Mintakkan sama Pak Agus."
Pak Agus terkenal sebagai ahli ilmu ghoib. Banyak orang mengadu masalahnya pada beliau untuk mendapat bantuan ghoib. Urusan pemikat wanita, itu hal paling ringan bagi beliau.
"Bener juga ya," kata Samsuri.
Habis maghrib ia ke rumah Pak Agus memohon doa agar disukai anak Pak Haji Firdaus. "Udah siap nikah?" tanya Pak Agus. Samsuri mengangguk. "Syaratnya harus serius, tidak boleh dibuat mainan. Saya kasih kwalitas super. Ingat, harus tingkatkan ibadah. Kalau dibuat mainan, kamu yang kena resikonya." Karena Samsuri memang serius, ia pun setuju. Pak Agus memberinya lipatan sepotong kertas. "Kamu tanam ini di dinding rumahnya yang sedang di bangun." Samsuri senang sekali. Bayaran kuli bangunan cukup buat belanja istri. Ia ngasih uang Rp 100.000,- ke Pak Agus, sebenarnya Pak Agus tidak minta karena katanya tidak boleh minta, tetapi sudah tradisi, seikhlasnya.
Esoknya Samsuri langsung beraksi. Mudah saja ia menjalankan aksinya, langsung ia tanam di dinding sebelah kanan. Pikirnya, rupanya hidup ini mudah juga ya. Tak sabar ia menunggu reaksi. Setiap anak Pak Haji Firdaus keluar dari rumahnya, Samsuri menyempatkan memandanginya. Tetapi, belum ada reaksi. Mungkin karena baru ditanam. Atau mungkin menunggu ditempati dulu olehnya? Waktu makan siang tiba. Seperti biasa, anak Pak Haji Firdaus yang membagikan makanan. Samsuri segera menghampirinya. Saat itulah Samsuri melihatnya tersenyum padanya. Ia kaget. Habis makan ia perhatikan. Sepertinya sudah ada reaksi, dia tersenyum kalau melihat Samsuri.
Samsuri mulai mikir langkah selanjutnya. Ia mulai bertanya-tanya apakah Pak Haji Firdaus mau menerimanya sebagai menantu, pekerjaannya hanya kuli bangunan.
Baca juga: Kepala sekolahku cantik
***
Siang ini berbeda, makan siangnya cukup enak: ada sate, ada ayam bakar dan ikan bakar. Samsuri senang sekali. Ini makan spesial. "Mau ada tamu nanti sore," kata Bu Haji saat menghidangkan makanan.
"Tamu darimana, Bu?" tanya Pak Hadi.
"Itu, lamarannya si Intan."
Duar....!! Samsuri kaget. Dia memandang Pak Hadi, hendak ngasih kode. Pak Hadi paham. Begitu Bu Haji masuk rumah, di aberbisik pada Samsuri. "Tenang, pasti beres," beliau mencoba meyakinkan Samsuri.
Bu Haji keluar lagi membawa minuman sirup.
"Orang mana calonnya, Bu?" tanya Pak Sakir.
"Orang Tamansari, guru."
Samsuri kaget mendengarnya. Andai dirinya masih jadi guru, kan bisa bisa melamarnya. Tapi, bingung juga kalau gajinya kecil. Tapi, dia sepakat dengan Pak Hadi, harus yakin ada kekuatan gaibnya bekerja dengan baik.
***
Pagi ini suasananya jadi berbeda. Walau Samsuri mencoba meyakinkan diri, tapi ada rasa khawatir di benaknya. Intan, gadis pujaannya, sudah remi tunangan. Samsuri mengaduk lulu (campuran pasir, kapur dan semen) di halaman depan. Tidak semangat rasanya. Tetapi, rupanya Intan malah duduk di teras. Sejak rumahnya dibangun, dia dan keluarga memang tinggal di rumah orang tua di sampingnya. "Panas, Mas," kata Intan. Samsuri belum yakin Intan bicara pada dirinya. Dia coba angkat kepalanya yang menunduk dan dilihatnya Intan tersenyum pada dirinya.
Samsuri pun tersenyum. "Sudah biasa."
"Cerah ya sekarang," katanya lagi.
Samsuri jadi bingung untuk menanggapinya. Tapi ia tanggapi aja, "Iya, enakan panas daripada hujan," jawabnya. Enak kerja, tidak terasa capek, kalau ada hiburannya begini, sambil ngobrol sama bidadari.
"Sudah lama kerja bangunan, Mas?"
"Baru."
"Sebelumnya kerja apa?"
Waduh... Jadi tidak enak nih, tapi ia jawab jujur aja sambil tertawa. "Guru," jawabnya.
"Hah...?!! Guru?" Intan tampak tidak percaya.
Samsuri tertawa. "Iya, guru."
"Kok bisa jadi kuli bangunan?"
"Butuh uang."
"Loh, bukannya guru kalau sudah PNS enak hidupnya?"
"Waduh, harus nunggu berapa tahun, tidak sabar. Mending bisnis."
"Hahahaha... Aneh, aneh, sampeyan." Bu Haji juga duduk di situ. "Mi, Mas ini guru katanya," kata Intan pada Bu Haji. Bu Haji tampak bingung. "Tapi berhenti, terus jadi kuli bangunan."
"Loh, kenapa? Eman ijazahnya."
"Gajinya kecil Bu Haji."
"Awal-awal memang begitu. Nanti kan besar juga," kata Bu Haji. Daripada jadi kuli abngunan."
"Sambil bisnis, katanya Mi."
"Bisnis apa?"
"Bisnis online, Bu."
"Guru jadi kuli ini ceritanya," kata Intan. "Hahahaha..."
"jualannya di Facebook, gitu ya?" tanya Bu Haji.
"Iya, di YouTube, Blog, IG juga."
"Apa nama IG sampeyan?" tanya Intan.
Wah, jadi dapat jalan pdkt nih. Tapi, dia bingung mau menyebutnya, soalnya baru ia ganti namanya menjadi "Kuli_Bujang_Merana". Ia malu sama Bu Haji untuk menyebutnya, tapi Intan agak maksa. Ia sebut saja, "Kuli Bujang Merana."
"Hahahahahaaa....." Intan tertawa. "Namanya..." Bu Haji juga tertawa.
***
Malam ini Samsuri jadi tidak bisa tidur. Rasanya masih membekas di hatinya, di telinganya, di pandangannya, sosok cantik Intan. Mempesona sekali. Padahal baru ngobrol sejenak, bagaimana kalau jadi suami istri, setiap hari bersama? Indahnya. Dia semakin tidak sabar menunggu reaksi kekuatan gaib yang ia tanam di tembok rumah Pak Haji tersebut. Ia lihat IG-nya, sepertinya ada pesan masuk. Ia buka. Rupanya benar, "Hi, cowok," begitu pesannya. Samsuri melihat profilnya. Ternyata Intan. Dia langsung duduk, jadi semangat.
"Hi, cewek," balasnya.
"Lagi ngapain nih?"
"Lagi melamun."
"Wkwkwkwkwkwk... Makanya cepetan cari calon."
"Doakan ya."
Mereka lanjut chatingan hingga larut malam. Asyik juga ternyata ngobrolnya. Nyambung juga komunikasinya, cerita tentang kehidupan di kampus. Bahkan komunikasi mereka berlanjut. Jadi semakin akrab. Pikir Samsuri, mungkin itu efek kekuatan gaibnya, atas izin Allah.
***
Proses pembangunan rumah Pak Haji Firdaus sudah hampir selesai, ada kabar Intan akan segera dinikahkan. Samsuri sangat khawatir. Hubungannya dengan Intan masih biasa-biasa saja, tidak ada tanda-tanda cinta efek kekuatan gaib yang ia tanam di dinding rumah. "Selamat ya, sudah mau nikah," Samsuri kirim pesan via WA ke Intan.
Intan membalasnya dengan emot menangis.
Samsuri kaget. Pasti ada masalah, pikirnya. "Kenapa?"
"Aku tidak suka. Kaku orangnya."
"Terus?"
Dia kirim emot menangis lagi.
"Aku mau kabur aja."
Belum ada Komentar untuk "Berhenti Menjadi Guru, Jadi Kuli Bangunan"
Posting Komentar