Featured post

Ketika Wanita Pendosa Iri Pada Muslimah Taat

Cukup menarik. Saya perlu menuliskannya web ini. Tidak sengaja saya menemukan video ini disarankan YouTube. Bisa ditonton selengkapnya di Yo...

Yang Penting Cantik Untuk Penenang Jiwa

______________
______________

Yang Penting Cantik Untuk Penenang Jiwa

“Mas Rian...., Jalan, Yuk...!” Ajak Fina, anak ibu kost.

Dia berdiri di depan Rian yang sedang duduk memandangi lalu lalang kendaraan di jalan. Fina cantik sekali, tapi Rian tak suka. Menurutnya, sifat dan sikapnya tak mendamaikan.

“Lagi banyak kerjaan.”

“Alah, lagi melamun gitu bilang banyak kerjaan!” Rian tersenyum. Tetapi, sepertinya Fina memang tidak akan pernah berhasil mengajak Rian jalan bareng. Ia pun segera pergi.

Tak lama kemudian Aldo datang. “Gimana bisnismu?”

Rian tersenyum, tidak segera menanggapi. Tampak lelah, tapi aura semangat tergambar di raut wajahnya. Matanya memandang jalanan yang mulai ramai, tapi pikirannya sedang terbang. Sebulan yang lalu dia mengatakan akan semangat dan tekun agar tarjet penjualannya tercapai.

“Kalau baru mulai jualan itu, harus rajin promosi, Bro,” kata Aldo. “Kerja keras. Bikin konten kreatif.”

Rian hanya diam. Semua yang dikatakan Aldo itu benar. Tapi, itu tak mudah untuk dijalankan. Rian tidak tahan duduk ber jam-jam di depan komputer, bosan, jenuh. Sesekali nonton YouTube, sesekali buka sosial media, sesekali main game, tapi itu tak cukup.

“Atau nikah dulu, biar semangat.”

Ide bagus. Tetapi, kalau ingat waktu tinggal bersama ayah dan ibunya, Rian malah ingin tidak menikah saja. Masih dia ingat raut wajah lelah ayahnya, betapa berat bebannya, tiap hari bekerja, sampai rumah harus menerima omelan ibunya. Begitu hari-harinya.

***

Malam semakin sepi, Rian duduk di depan laptop, bukan sedang promosi, tapi sedang melamun. Semakin dewasa, dirinya semakin merasa butuh mahluk cantik di sisinya. Tetapi, khawatir hanya bikin hidupnya tambah susah. Dirinya tak tahan dengan omelan. Rian membuka facebooknya, dilihatnya beberapa teman wanitanya. Cantik, tapi ia tidak tertarik. Rian butuh yang mendamaikan.

Rian teringat suatu malam, saat dirinya hendak tidur. Ibunya sedang memarahi ayahnya. Betapa kesalnya. Rian merasa hidup di neraka, setiap hari isinya omelan dan marahan. Bersyukur sekali kini mampu sewa tempat kost sendiri, jauh dari orang tua, jauh dari konflik.

***


Ibadah yang pasti DITERIMA
adalah MEMBACA SHOLAWAT 
صلى الله على محمد


Pagi ini Rian ke kantor pos untuk kirim barang. Lumayan, pagi ini ada dua pembeli dari Sumatera dan Kalimantan. Lumayan ramai, antri. Rian duduk di kursi paling depan setelah ambil nomor antrian. Setiap kali ke kantor pos selalu ia sempatkan menoleh ke salah satu cs yang berada di paling kanan. Seorang wanita cantik paruh baya, hampir seusia ibunya, ramah sekali. Rian sering berhayal hidup bersamanya, pikirnya, mungkin hidupnya akan damai tentram, dan kebutuhan biologis terpenuhi sehingga tak banyak menghayal.

Sore hari Aldo berkunjung. Rian baru saja selesai mandi. “Siapa itu, Bro?” tanya Aldo melihat Fina.

“Anak ibu kost,” jawab Rian sambil menggosok-gosok kepalanya dengan handuk.

“Cantik banget, Bro.”

“Iya, suka sama aku dia.”

“Serius....!! Ke-GR-an loh...!!”

“Tidak percaya.”

“Kenapa tidak jadian?!”

“Bukan tipeku.”

Aldo terus memandanginya dari jendela. “Sumpah, cantik banget, Bro.”

“Cantiknya pas lagi make up aja,” kata Rian. “Kalau udah di dalam kamar, sama aja.”

“Ngawur kamu...!! Punya nomornya?”

“Nomor ibunya punya.”

“Hmmm...!! Buat apa?!”

“Hahaha... Kan bisa tanya nomor anaknya.”

Eh, ternyata Fina ke kamar Rian membawa sesuatu. “Mas Rian,” ia memanggil dari depan kamar. Aldo langsung keluar. “Temannya Mas Rian?” tanya Fina.

“Iya.”

“Ini goreng singkong.”

“Kenalin,” Aldo mengulurkan tangannya, ambil kesempatan. “Aldo.”

Fina tersenyum. Ia tidak menjabat tangan Aldo, hanya ngasihkan singkongnya. “Fina,” jawabnya.

Aldo membawa singkongnya ke dalam. “Lo kenapa tidak mau sama dia, Bro? Cantik banget gitu.”

“Yaa selera orang beda-beda.”

“Tak dekatin ya?”

“Ya, silahkan.”

“Tidak pernah jalan sama dia, kamu?”

“Dia sih sering ngajak jalan, aku tolak.”

Aldo geleng-geleng kepala. “Cantik kayak bidadari gitu kamu tolak, aneh.”


Baca juga: Novel Menikahi Janda Kaya Untuk Biaya Kuliah

***

Aldo yakin bisa mendapatkannya. Cantik sekali. Harus cepat melangkah. Dia inbox Rian via WA, “Fina masih kuliah?”

“Iya.”

“Biasanya jalan kemana dia?”

“Tidak tahu, tapi dia suka foto-foto pemandangan alam.”

“Facebooknya berteman sama kamu?”

“Iya.”

“Siapa namanya?”

“Fina Rahmawati, gambar bunga profilnya.”

Aldo langsung saja cari facebook dia di daftar pertemanan facebook Rian. Ketemu. Langsung ia add dan inbox, “Aku teman Rian. Salam kenal.” Rupanya Fina langsung membalasnya. “Kamu suka fotografi ya? Kalau mau, aku ajak ke tempat yang bagus pemandangannya?”

“Dimana?”

“Ayo, kalau mau, jalan bareng.”

“Oke.”

***

Sore ini Aldo jalan bareng Fina ke daerah persawahan di desa Pring Sengon. Pemandangannya memang cukup indah. Bentuk struktur sawah bertingkat menjadi daya tarik tersendiri. Ada sungai yang mengalir mengular dengan air yang jernih. Ada bukit yang tampak seperti kelinci. “Wow....!! indah sekali pemandangannya,” kata Fina. Aldo merasa senang sekali, satu langkah telah memasuki ruang hatinya.

Tak terasa, sudah banyak sekali gambar yang Fina ambil. Pemandangan semakin indah oleh warna langit di ujung sore. Rasanya tidak ingin pulang. “Makasih ya sudah ajakin aku ke sini?”

“Sama-sama.”

Terlukis raut bahagia di wajah mereka berdua.

***

Senang sekali Aldo. Ia yakin Fina akan menerima cintanya. Jadi tidak bisa tidur. Dilihatnya Fina share foto-foto yang tadi sore diambilnya di Facebook. Aldo di-tag-nya.

Tiba-tiba...

Aldo melihat seorang pria berkomentar mencurigakan di salah satu status facebook ibunya. Beberapa bulan lalu ibunya memang minta dibuatkan facebook. Aldo pun mencoba log in ke akun facebook ibunya. Ia cek inbox pesan. Rupanya ada banyak chatingan mesra dengan pria tersebut. Aldo lihat profil pria tersebut. Rupanya dia punya istri. Hmm... Bahaya. Bisa bikin malu kalau ketahuan ibunya chatingan sama suami orang. Aldo hapus semua pesannya.

Bingung.

Ah, Aldo memang agak cuwek. Pikirnya, mending carikan calon suami saja, mungkin kesepian, dari pada jadi pelakor. Ia coba daftar di kontak jodoh atas nama ibunya.

***

“Bagaimana bisnisnya hari ini?” tanya Aldo. Ia main ke tempat kost Rian sepulang sore hari.

“Minggu ini hanya ada dua pembeli.”

“Kamu kurang semangat,” kata Aldo. “Eh, aku berencana melamar Fina.”

Wah, cepat sekali. Aldo memang tidak banyak mikir. “Yakin kamu?”

“Hahahaa... Cantik begitu, masih kamu tanya yakin.” Rian juga ingin segera menikah, tapi ia ingin yang bisa menentramkan. “Aku juga lagi cari calon suami buat ibu aku nih.”

“Hah... Ngawur kamu...!!”

“Beneran. Kasihan, sudah lama menjanda. Kesepian.”

“Kok tahu kamu kalau kesepian?”

“Facebooknya.”

Pikir Rian, itu tidak sopan. Tapi, mungkin budaya di daerah Aldo beda. Memang gaya komunikasi Aldo dengan ibunya beda sekali dengan gaya komunikasi Rian dengan ibunya. Dulu Rian pernah main ke rumahnya. Tiap daerah beda budaya.

***

Rian jadi penasaran dengan ibunya Aldo. Dia coba cek Facebook Aldo. Benar, ada seorang wanita dengan status ibu. Rian pun membuat akun Facebook baru dan coba chat ibunya Aldo: “Salam kenal ya.”

Rupanya langsung dibalas, “Salam kenal juga.”

“Tidak ada yang marah kan kalau aku dekati kamu?”

“Tidak. Aku janda.”

Wah, jujur banget. Mungkin benar kata Aldo, kesepian. “Aku juga lagi cari calon istri.”

“Oh, ya?”

“Siapa tahu jodoh.”

“Hehe...”

“Kamu umur berapa?”

“52 tahun.”

Udah tua banget. Tapi, pikir Rian, asal masih bisa melakukan kewajiban sebagai istri, Rian mau saja. Masih tampak cantik pikirnya. “Cari calon suami usia berapa?”

“Terserah Allah saja, mau dikasih jodoh umur berapa.”

“Sama saya mau?”

“Belum kenal.”

“Bisa kenalan dulu.” Lihat coba lihat profil Facebooknya. Rupanya ada nomor HP-nya.

***

Pikir Aldo, dirinya sudah hidup mandiri, bisnisnya sudah jalan. Sudah bisa hidup berumah tangga. Dia tidak mau ada yang mendahului melamar Fina. Kalau perlu, ia akan mengajak Fina jalan setiap hari agar tambah dekat. Sore ini ia ajak Fina jalan lagi. Fina mau saja, jadi senang ada teman yang bisa jalan bareng.

“Kamu belum punya pacar?”

Fina yang lagi memotret hamparan tanaman jagung kaget mendengarnya, tapi dia tersenyum. “Kenapa nanya gitu?”

“Yaaa... Ingin tau aja.”

“Mas Aldo sendiri?”

“Kalau sudah ada, tidak mungkin aku jalan sama cewek lain.”

“Cieeee....!!”

***

Ah, malam ini Fina jadi tidak bisa tidur. Sepertinya dia menangkap sinyal asmara dari Aldo. Boleh juga pikirnya. Apalagi dia sudah mandiri, bisa lanjut ke jenjang yang lebih serius. Aldo mulai mikir-mikir mencari cara nembak Fina, mikir caranya agar bisa seromantis mungkin. Hmm... itu tak mudah bagi Aldo karena dia bukan tipe cowok romantis. Dia tak banyak mikir, lebih semangat bisnis. Tak mau ribet.

Lama mikir, tapi tidak nemu ide juga. Sudahlah. Aldo akan mengungkapkan cintanya besok dan akan segera melamarnya, kalau Fina mau. Biar cepat beres, pikirnya.

***

Sore ini Aldo mengajak Fina ke suatu tempat yang menurut Aldo sangat indah pemandangannya. Ada batu besar yang dikelilingi bunga liar. Di atas batu tersebut Aldo mengatakan, “Fina, aku suka sama kamu.” Fina kaget mendengarnya. “Aku ingin kamu jadi istriku.”

Fina jadi bingung untuk menanggapinya. Dia tak punya alasan untuk menolaknya. Ah, suasana jadi sangat romantis ditemani warna langit senja.

***

Rian belum berani bertemu langsung ibunya Aldo. Tetapi, dari komunikasi setiap harinya, Rian sudah sangat yakin, dia mau menikah dengan dirinya meskipun usia jauh beda. Tetapi, dia tidak yakin Aldo akan menerimanya. Ini aneh. Bisa marah dia kalau tau. Tetapi, daripada ibunya jadi pelakor, kan mending nikah.

Pikir Rian, ibunya Aldo lembut kalau bicara, tidak suka marah-marah. Hidup bersamanya pasti tentram damai. Wajahnya juga masih terlihat cantik bersih. Yang penting hasrat biologis terpenuhi, hidup damai.

***

Cukup singkat. Aldo mau melamar Fina. Orang tua Fina juga menyetujuinya. Bahkan Aldo ingin segera menikah saja agar segera beres, tak perlu tunangan-tunangan. Lamaran pun segera dilangsungkan dan langsung menawarkan untuk menentukan hari pernikahan. Ah, Aldo sudah tidak sabar ingin segera resmi jadi suami Fina.

Rian menyalami ibunya Aldo saat acara, cium tangannya. Cantik juga. Ibunya Aldo tidak tahu kalau pemuda yang sedang dekat dirinya di dunia maya itu adalah Rian. Acara pertunangan yang cukup sederhana.

Akhirnya, Aldo resmi bertunangan dengan Fina.

***

Hari pernikahan tinggal menghitung hari. Aldo main ke kamar kost Rian. “Dirimu kapan?” tanyanya.

“Doakan saja. Baru pedekate”

“Aku dapat tips dari tetangga...”

“Tipa apa?”

“Buat pengantin baru. Suruh makan bawang putih bakar, bisa dicampur madu klanceng katanya.” Rian tertawa. “Serius. Atau akar putri malu, katanya. Biar tahan lama, Bro. Segera lamar aja cewek lo. Bisa kamu pake resep ini.”

Rian tertawa. Aldo tidak tahu kalau wanita yang lagi dekat Rian adalah ibunya.

***

Pernikahan berlangsung. Rian ikut bantu-bantu acara pernikahan Rian. Jadi tidak tahan dia berdekatan dengan ibunya Aldo. Sungguh menentramkan sikapnya. Itu yang diidamkan Rian. Aldo menyempatkan berbisik ke Rian, “Manjur benar ramuannya. Jadi keburu ingin segera malam,” bisiknya.

Rian jadi tidak sabar juga ingin segera ada teman tidur. Jadi berdebar-debar jantungnya memandangi ibunya Aldo terus. “Nak Rian, bantu ibu angkat kursi di ruang tengah,” kata ibunya Aldo. Rian seakan tak sanggup mengendalikan hasratnya. Rasanya nanti malam adalah malam pertama untuk dirinya dengan ibunya Aldo.

Tak terasa waktu terus berlalu. Malam pun tiba. Saatnya sang pengantin masuk kamar. Rian bersama para tetangga asyik ngobrol di teras. Biasanya sampai pagi mereka tidak tidur. Saat mulai sepi, Rian mencoba kirim pesan via WA ke ibunya Aldo. Sudah tak sabar rasanya ingin segera menikah juga. “Lagi apa?”

“Mau istirahat, capek urus pernikahan anak,” jawabnya.

“Kapan giliran kita menikah?”

“Sudah bukan anak muda, tidak usah pake acara-acara segala, yang penting sah,” jawabnya. “Terserah kamu, kapan.”

“Minggu ini mau?”

“Hah...?!”

“Katanya terserah saya.”

“Tapi aku baru punya menantu.”

“Tidak apa-apa.”

 bersambung


Belum ada Komentar untuk "Yang Penting Cantik Untuk Penenang Jiwa"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel