Makna Administrasi Guru
Sabtu, 19 Oktober 2019
Tambah Komentar
______________
______________

Cerita ini mengisahkan kehidupan para guru baik di lingkunan sekolah maupun di luar jam kerja. Cerita singkat ini membahas masalah administrasi sekolah. Banyakk guru mengeluhkan tugas-tugas administrasi yang menumpuk. Karena itulah penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah cerpen singkat.
Tim Akreditasi Sekolah
"Pak Budi masuk tim akreditasi juga kan?" tanya Pak Iwan yang baru saja datang."Saya berdoa dalam sujud, semoga tidak," jawab beliau.
Masih belum hilang segarnya embun pagi di sepanjang jalanan desa. Ruang guru masih sepi. Pak Budi senang sekali duduk di teras kantor menikmati halaman sekolah yang penuh dengan tanaman hijau. Tetapi menjadi kurang nikmat ketika pikirannya diajak berdialog tentang administrasi. Beliau merupakan guru lama di sekolah ini. Biasa, guru kampung memang kurang suka dengan yang namanya administrasi.
Pak Iwan tertawa mendengar tanggapan Pak Budi. Cara becanda beliau memang khas.
"Fulusnya lumayan loh, Pak."
"Dua puluh juta?"
"HahahahHahaha...!! Seharga semangkok bakso."
"Saya paling males kalau sudah ngomongin soal administrasi. Memang dengan administrasi karakter siswa terbentuk?!" Tahun ini merupakan proses akreditasi yang kedua. Akreditasi sebelumnya mendapatkan nilai A, tentu dengan biaya yang tidak sedikit, juga lumayan menguras tenaga, bahkan lembur hingga larut malam. "Akreditasi sekolah ini A, tapi, adakah perubahan signifikan terkait karakter, ahlaq siswa?"
"Administrasi itu kan syarat wajib, Pak. Mau tidak mau kita harus melakukannya."
Pak Joko datang. Beliau langsung menghampiri Pak Budi sama Pak Iwan. "Kayaknya seru sekali topiknya nih," dan menjabat tangan mereka, lalu duduk di samping Pak Budi. "Saya masuk tim akreditasi lagi," katanya.
Baca juga: Guru Makan Gaji Buta
"Saya juga, Bro," kata Pak Iwan.
"Pak Budi?"
"Dipaksa keadaan."
"HahahHahaha..."
"Idealisme tergilas ya..."
Pak Budi masih ingat dulu waktu belum ada kewajiban administrasi. Ruang guru selalu terisi dengan topik-topik pendidikan, tentang perkembangan siswa, tentang teladan ulamak. Meskipun bukan pesantren, tetapi tradisi keislaman cukup dominan. Bahkan di masa kecilnya Pak Budi dulu, hampir tidak ada anak desa yang tidak sekolah agama (Madratsah diniyah tingkat MI) di desa. Seakan bukan anak manusia jika tidak sekolah MI dan tidak ngaji di musholla pada malam hari dan habis subuh. Pikir Pak Budi, dulu kyai dan ustadz-ustadz tidak pernah ngurus administrasi, tapi jelas terlihat perkembanan karakter siswa.
"Jiwa guru terlalu disibukkan untuk membahas hal-hal materi, sehingga koneksi batin dengan siswa jadi berkurang."
"Waduh, tinggi bahasannya," kata Pak Joko becanda. "Nggak kejangkau."
***
Fungsi Administrasi di Sekolah
"Kenapa banyak siswa yang melakukan pelanggaran," kata Pak Sutono, kepala sekolah, saat rapat. "karena siswa yang melanggar tidak terdata. Sehingga tidak jelas mana yang melanggar, mana yang sudah dihukum dan yang belum." Pikir Pak Budi, perhatian guru terhadap siswa yang lemah. "Maka dari itu, penting sekali administrasi. Untuk itu, Bapak dan ibu guru, wajib bagi kita semua untuk tertip administrasi."Kepala sekolah pertama, Pak Setia Budi, hafal nama-nama siswa. Setiap duduk dengan beliau, motivasi dan inspirasi yang didapat. Mimpi beliau, anak desa bisa mimpin dunia. Kekeluargaan terasa sekali. Tidak seperti sekarang, Pak Budi merasa komunikasi lebih banyak dengan benda mati, dengan kertas, topiknya juga tentang benda mati. Tak ada inspirasi, sudah diganti jadi administrasi.
Bu Eno acung tangan untuk mengajukan pertanyaan. Pak kepala sekolah memberi waktu. “Maaf, Pak. Sebenarnya apa fungsi dan makna administrasi di sekolah ini?” Semuau guru memandang Bu Eno. Terkesan aneh bagi mereka, belum pernah terpikir tentang makna adminsitrasi.
Baca juga: kumpulan cerpen pendidikan
“Fungsinya banyak. Fungsi adminsitrasi membuat pekerjaan kita rapi, jelas, dan terukur,” jawab Pak kepala sekolah. “Makna administrasi... ...” sepertinya beliau perlu berpikir sejenak untuk menjawabnya. Beberapa guru tersenyum, ada yang menahan tawa menyaksikan kepala sekolahnya agak kebingungan. Pak budi menundukkan kepala, tidak suka menyaksikan pemandangan seperti ini. “Administrasi sangat bermakna. Kalau di negara maju seperti Amerika, wah, adminsitrasinya lengkap, detail sekali. Kalau kita ingin maju seperti mereka, ya, kita harus melengkapi adminsitrasi selengkap-lengkapnya.”
Bu Eno paham. Kesimpulan beliau, di sekolah ini administrasi memang tidak jelas maknanya. Beliau bertanya tentang sekolah ini, bukan soal Amerika.
Bu Lidia acung tangan. Pak kepala sekolah memberi waktu. “Maaf, koreksi saya jika keliru. Ehmmm... Menurut saya, Pak, adminsitrasi itu alat komunikasi.” Pak kepala sekolah tampak mencatat sesuatu. “Kita ini organisasi, bekerja sama, kita seperti satu badan. Ibarat badan, kepala berkomunikasi dengan tangan itu melalui saraf. Begitu juga dengan organisasi, kepala dengan bawahannya berkomunikasi dengan administrasi. Kenapa harus tertulis komunikasinya? Sebab, komunikasi lisan itu gampang dilupakan, gampang berubah. Organisasi kecil mungkin masih bisa tanpa administrasi, tapi untuk organisasi besar, harus tertulis komunikasinya.”
Sebagian guru sepakat. Tetapi, faktanya tidak begitu.
Pak Salim mengacungkan tangan. Pak kepala sekolah memberi waktu. “Maaf, mohon penjelasan tentang RPP. Kita membuat RPP itu berkomunikasi dengan siapa?” Rupanya pertanyaan Pak Salim membuat banyak guru tertawa. Pak Budi menahan tawa sambil menunduk.
Pak kepala sekolah rupanya cepat menemukan jawaban, tapi menunggu audien menyelesaikan tawanya. “RPP itu berguna sekali bagi guru. Dengan RPP guru semakin enak ngajarnya, jadi terstruktur, lebih rapi.”
“Berarti bukan alat komunikasi, Pak?”
“Kenapa formatnya harus sama?”
Forum jadi ramai. Banyak yang berbisik-bisik dengan rekan di sampingnya.
***
“Datanya banyak yang tidak sesuai dengan yang diminta assessor,” jawab Bu Fina.
Jam istirahat kantor guru selalu ramai. Saat ini topik hangatnya tentang akreditasi. Ada yang fokus dengan laptopnya. Di luar anak-anak menikmati waktu istirahatnya, ada yang di kantin, ada yang di perpustakaan, ada yang duduk-duduk di teras, ada yang lari-lari. Cukupnya administrasi kedisiplinan yang memerhatikan mereka? Tanya Pak Budi dalam hati. Anak-anak itu tidak lagi menjadi topik bahasan di ruang guru; cukup dicatat yang melanggar dan dihukum.
“TaaAaRrRRRr....!!!” keras terdengar suara kaca pecah.
Terllihat di lapangan ada siswa berkelahi. Pak Budi sama Pak Iwan langsung lari ke lapangan untuk melerai mereka. Keduanya disuruh berdiri di bawah tiang bendera. "Siapa yang nendang bola!" tanya Pak Budi. Beberapa siswa menunjuk salah seorang siswa kelas dua. Pak Budi memanggilnya dan memberitahu bahwa ia wajib mengganti kaca tersebut. Anak tersebut pun mengangguk setuju.
Dua bulan terakhir banyak terjadi kasus perkelahian dan pengeroyokan di sekolah. Bahkan ada siswa yang masuk rumah sakit karena dipukuli beramai-ramai oleh kakak kelasnya. Kepala sekolah sudah menginstruksikan waka kesiswaan dan para wali kelas untuk meningkatkan pengawasan siswa, terutama di jam istirahat dan ketika ada kelas kosong karena guru pengajar tidak masuk.
“Fungsinya banyak. Fungsi adminsitrasi membuat pekerjaan kita rapi, jelas, dan terukur,” jawab Pak kepala sekolah. “Makna administrasi... ...” sepertinya beliau perlu berpikir sejenak untuk menjawabnya. Beberapa guru tersenyum, ada yang menahan tawa menyaksikan kepala sekolahnya agak kebingungan. Pak budi menundukkan kepala, tidak suka menyaksikan pemandangan seperti ini. “Administrasi sangat bermakna. Kalau di negara maju seperti Amerika, wah, adminsitrasinya lengkap, detail sekali. Kalau kita ingin maju seperti mereka, ya, kita harus melengkapi adminsitrasi selengkap-lengkapnya.”
Bu Eno paham. Kesimpulan beliau, di sekolah ini administrasi memang tidak jelas maknanya. Beliau bertanya tentang sekolah ini, bukan soal Amerika.
Bu Lidia acung tangan. Pak kepala sekolah memberi waktu. “Maaf, koreksi saya jika keliru. Ehmmm... Menurut saya, Pak, adminsitrasi itu alat komunikasi.” Pak kepala sekolah tampak mencatat sesuatu. “Kita ini organisasi, bekerja sama, kita seperti satu badan. Ibarat badan, kepala berkomunikasi dengan tangan itu melalui saraf. Begitu juga dengan organisasi, kepala dengan bawahannya berkomunikasi dengan administrasi. Kenapa harus tertulis komunikasinya? Sebab, komunikasi lisan itu gampang dilupakan, gampang berubah. Organisasi kecil mungkin masih bisa tanpa administrasi, tapi untuk organisasi besar, harus tertulis komunikasinya.”
Sebagian guru sepakat. Tetapi, faktanya tidak begitu.
Pak Salim mengacungkan tangan. Pak kepala sekolah memberi waktu. “Maaf, mohon penjelasan tentang RPP. Kita membuat RPP itu berkomunikasi dengan siapa?” Rupanya pertanyaan Pak Salim membuat banyak guru tertawa. Pak Budi menahan tawa sambil menunduk.
Pak kepala sekolah rupanya cepat menemukan jawaban, tapi menunggu audien menyelesaikan tawanya. “RPP itu berguna sekali bagi guru. Dengan RPP guru semakin enak ngajarnya, jadi terstruktur, lebih rapi.”
“Berarti bukan alat komunikasi, Pak?”
“Kenapa formatnya harus sama?”
Forum jadi ramai. Banyak yang berbisik-bisik dengan rekan di sampingnya.
***
Kontrol Siswa di Sekolah
“Kita kan sudah membuat administrasi seperti RPP, absen siswa, dan semacamnya. Terus, kenapa untuk akreditasi kita masih harus buat lagi?” tanya Pak Iwan. “Kalau dulu kan karena masih yang pertama.”“Datanya banyak yang tidak sesuai dengan yang diminta assessor,” jawab Bu Fina.
Jam istirahat kantor guru selalu ramai. Saat ini topik hangatnya tentang akreditasi. Ada yang fokus dengan laptopnya. Di luar anak-anak menikmati waktu istirahatnya, ada yang di kantin, ada yang di perpustakaan, ada yang duduk-duduk di teras, ada yang lari-lari. Cukupnya administrasi kedisiplinan yang memerhatikan mereka? Tanya Pak Budi dalam hati. Anak-anak itu tidak lagi menjadi topik bahasan di ruang guru; cukup dicatat yang melanggar dan dihukum.
“TaaAaRrRRRr....!!!” keras terdengar suara kaca pecah.
Terllihat di lapangan ada siswa berkelahi. Pak Budi sama Pak Iwan langsung lari ke lapangan untuk melerai mereka. Keduanya disuruh berdiri di bawah tiang bendera. "Siapa yang nendang bola!" tanya Pak Budi. Beberapa siswa menunjuk salah seorang siswa kelas dua. Pak Budi memanggilnya dan memberitahu bahwa ia wajib mengganti kaca tersebut. Anak tersebut pun mengangguk setuju.
Dua bulan terakhir banyak terjadi kasus perkelahian dan pengeroyokan di sekolah. Bahkan ada siswa yang masuk rumah sakit karena dipukuli beramai-ramai oleh kakak kelasnya. Kepala sekolah sudah menginstruksikan waka kesiswaan dan para wali kelas untuk meningkatkan pengawasan siswa, terutama di jam istirahat dan ketika ada kelas kosong karena guru pengajar tidak masuk.
...bersambung
Sekian dulu cerita singkat ini. Tunggu kelanjutan kisahnya. Semoga ceritanya, meskipun singkat, bisa diambil pesan moralnya.
Sekian dulu cerita singkat ini. Tunggu kelanjutan kisahnya. Semoga ceritanya, meskipun singkat, bisa diambil pesan moralnya.
Belum ada Komentar untuk "Makna Administrasi Guru"
Posting Komentar