Featured post

Ketika Wanita Pendosa Iri Pada Muslimah Taat

Cukup menarik. Saya perlu menuliskannya web ini. Tidak sengaja saya menemukan video ini disarankan YouTube. Bisa ditonton selengkapnya di Yo...

Kumpulan Komentar Trailer Film The Santri

______________
______________


Review keren nih. Menurut saya lengkap banget, meskipun juga ada yang menurut saya perlu dilengkapi lagi. Saya sepakat sutradara film pesantren harus paham dunia pesantren dan punya feel mendalam di dunia islam dan santri. Saya juga sepakat bahwa kiblat pendidikan pesantren itu tidak harus Amerika. Namun, untuk masalah aurat kaki perempuan dan campur putra-putri, karena ini terkait masalah fiqih, hukum islam, menurut saya sebaiknya disajikan penjelasan dari beberapa ulamak. Sebab biasanya terdapat perbedaan diantara ulamak.

Mengenai menjadikan Amerika sebagai kiblat pendidikan pesantren, saya jadi teringat novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Kang Abik. Beliau mengkritik bangsa Arab yang terlalu bangga dengan Eropa. Menurut saya, lembaga pendidikan islam harus membanggakan keislamannya (Tidak harus Arab). Makna sukses bagi orang Amerika dan makna sukses bagi muslim (khususnya muslim Indonesia) tentu berbeda. Jika generasi muda islam di Indonesia didorong untuk menjadi seperti orang Amerika, kan aneh. Menurut saya begitu.

Akan tetapi, kalau saya boleh menebak-nebak, sepertinya apa yang ditampilkan pada trailer film ini memang untuk memancing kontroversi agar film ini cepat booming dan banyak orang yang penasaran untuk menontonnya. Kemungkinan kedua, untuk strategi dakwah, seperti wali songo yang berdakwah dengan musik, bahkan memasukkan nilai-nilai agama ke dalam budaya masyarakat lokal.

Mengenai santri putra dan putri yang campur, sebenarnya, fakta seperti ini tidak jarang di kampung-kampung. Pesantren tradisional tidak sedikit yang seperti itu. Akan tetapi, mengangkat fakta ini ke masyarakat luas tidak baik juga. Saya lebih setuju, film itu digunakan untuk mengajak masyarakat agar menjadi muslim terbaik. Lebih baik tampilkan teladan-teladan kebaikan dalam film.

Aktor film itu sering kali menjadi tuntunan, menjadi teladan muda-mudi Indonesia. Jika dalam film ini ditampilkan hal-hal yang sebenarnya bukan citacita pesantren, saya khawatir, muda mudi yang menonton film ini malah lebih tertarik meniru cinta-cintaannya dan cita-cita besarnya ingin seperti orang Amerika. Na'udzubillah. Aneh sekali. Seharusnya pergi ke pesantren niat menuntut ilmu, malah jadi salah niat: untuk godain santri wati atau bagi yang putri biar digoda santri putra.

Berikutnya komentar Ustadz Abdul Somad (UAS). Seperti biiasa, menurut saya, gaya bicara ustadz yang satu ini memang banyak guraunya. Untuk saya pribadi, biasanya tidak saya ambil 100% jika Ust Abdul Somad memberi penjelasan. Ada beberapa penjelasan yang tidak disampaikan detail oleh beliau. Begitu juga dalam menanggapi salah satu adegan dalam trailer film The Santri ini. Beliau menanggapi masalah adegan masuk ke dalam gereja. Beliau mengatakan itu haram. Kesimpulan saya, dari beberapa ceramah beliau, biasanya beliau menyampaikan hukum dalam madzhab yang beliau ikuti, yaitu madzhab syafii. Kadang beliau jelaskan detail, juga disampaikan hukum dalam madzhab lain (Hanafi, Maliki dan Hanbali). Namun, dalam menanggapi tentag adegan dalam film The Santri ini, singkat sekali beliau menyampaikannya.

Saya suka komentar Ustadz Felix Siauw. Meskipun seorang muallaf, beliau cukup bagus memotivasi muda-mudi untuk menjadi lebih baik. Saya sepakat, sumber informasi generasi islam: mata dan telinga mereka memang perlu kita jaga agar tidak sembarang informasi yang masuk. Informasi yang mereka terima, baik melalui mata maupun telinga, akan mempengaruhi mindset dan karakter mereka.

Saya belum nonton lengkap film The Santri ini, semoga saja, jika ditonton keseluruhan, film ini mampu memotivasi generasi muda islam untuk menjadi hamba Allah terbaik, untuk selalu melakukan amalan-amalan terbaik. Semoga film ini tidak hanya pamer kesamaan-kesamaannya dengan barat atau nonmuslim. Maksud saya, lebih baik menjaga pergaulan muda-mudi islam dari pada pamer pada orang barat bahwa putra dan putri umat islam dibolehkan juga dicampur dalam satu tempat seperti muda-mudi di barat. Untuk apa pujian dari mereka? Lebih baik bermimpi mendapat surga terbaik, dari pada sekedar berkesempatan dikirim ke Amerika. Memangnya Amerika pintu surga?



Alhamdulillah beberapa kali saya pernah ikut kajian rutin beliau di Jawa Timur. Habib Taufiq cukup tegas menurut saya. Kalau ingin menjadi santri yang baik, ya ngaji, tidak usah nontonn film. Barokah guru lebih baik dari film.


Saran bagus dari Gus Dewa, kita harus husnudzon. Adegan asmara dalam trailer film The Santri ini menunjukkan pada kita bahwa, nakalnya santri itu hanya sampai di situ, tidak separah pelajar yang hidup bebas. Mengenai santri putra dan putri yang berduaan, menurut beliau ikhtilath itu badannya menempel. Jika tidak menempel, bukan ikhtilath.

Mengenai antar kue ke gereja, menurut beliau tidak masalah. Mungkin itu untuk menunjukkan bahwa islam Indonesia itu tidak radikal, tapi juga tidak liberal. Selain itu, kita tidak bisa gampang-gampang mengkafirkan orang, sebab itu urusan hati. Menurut beliau, yang tidak boleh adalah ridho terhadap agama orang kafir.

Berikut komentar K.H. Imam Jazuli. Lc. MA. di situs tribunnews, dalam artikel berjudul Menakar Respon Instan Atas Trailer Film The Santri
Paham radikalisme tidak pernah surut. Ideologi Islam radikal; takfiri, tadhlili, terus berganti wajah. Terus diteriakkan, sekali pun sudah di luar nalar kewajaran. Termasuk dengan melontarkan tuduhan adanya pemurtadan melalui film The Santri, besutan sutradara Livi Zheng yang didukung NU Chanel. Hanya karena perbedaan pendapat seputar hukum ikhtilat, santri masuk gereja dan “percintaan” dunia remaja?

Ustad Maheer Atthuwailibi Jakarta, ustad Yahya al-Bahjah Cirebon, dan ustad Luthfi Bashori Malang, adalah contoh kecil orang-orang yang menuduh ada pemurtadan dalam film The Santri. Dalam kasus Film The Santri, tiba-tiba saja mereka menjadi ahli dan kritikus film. Cukup bermodal bahan trailler dan setumpuk kebencian dalam dada, jadilah mereka kritikus yang lantang. Bahkan, mereka sepakat memboikot penayangan film ini.

Bukti yang banyak mereka soroti adalah cuplikan adegan santriwati menyerahkan nasi tumpeng kepada orang di gereja. Dengan argumen sekenanya, mereka menuduh itulah sarana pemurtadan film The Santri. Tuduhan tidak saja 'ghuluw' atau berlebihan melainkan melampaui keputusan para ulama dari berbagai mazhab. Padahal, empat mazhab sepakat bahwa muslim masuk gereja tidak murtad.

Memang benar sebagian ulama mazhab Syafi'iyah dan Hanafiyah mengharamkan muslim masuk gereja. Pendapat tersebut dikeluarkan oleh, di antaranya, Ibnu Hajar al-Haitami (Tuhfatul Muhtaj, 2/424), Syihabuddin ar-Ramli (Nihayatul Muhtaj, 2/63), Qalyubi dan Umairah (Hasyiatu Qalyubi wa Umairah ala Syarhi al-Mahalli ala Minhajit Thalibin, 4/236).

Alasan ulama mengharamkan muslim masuk gereja adalah karena di dalam gereja terdapat setan (Ibnu Najim, Bahrur Raiq, 7/364). Namun, hukum haram tidak lantas membuat pelakunya menjadi murtad. Misal, daging babi haram. Tapi, muslim memakan daging babi tidak menjadi murtad.

Karena hukum haram memiliki 'illat, maka ulama lain mencoba memberikan batasan, yakni hanya jika di dalam gereja terdapat gambar dan patung Yesus, bunda Maria, dan lainnya. Jika illat hukum ini tidak ada maka boleh muslim masuk gereja (Abdus Salam bin Taimiyah, al-Fatawa al-Kubra, 5/327).

Illat hukum ini berlaku tidak saja di dalam gereja. Tapi berlaku secara umum, termasuk di dalam rumah orang muslim sendiri. Hadits riwayat Ibnu Abbas mengatakan, "jika Nabi saw. melihat ada gambar di dalam rumah maka beliau tidak masuk hingga gambar itu dihapus/diturunkan," (HR. Bukhari).

Illat inilah yang menjadi pedoman bagi mazhab Hanbali, dengan mengatakan bahwa muslim masuk gereja itu makruh dan bukan haram. Apalagi berlebihan dituduh murtad. Bahkan, apabila orang-orang muslim merasa tidak terganggu oleh adanya gambar dan patung dalam gereja, seperti tidak terpengaruh oleh lukisan penghias dinding di rumah, maka hal itu boleh. Jika masuknya karena keperluan penting, seperti musyawarah untuk mufakat, atau kunjungan yang memang diperlukan  dalam rangka mempererat persaudaraan dan toleransi, maka hukumnya biasa saja menjadi baik.

Ulama Hanbali melihat celah nalar tersebut. Sehingga, mereka memberi hukum yang lebih ringan dibanding hukum makruh, yakni hukum mubah atau jaiz. Artinya, muslim boleh masuk gereja sekali pun ada gambar dan patung di dalamnya. Hukum jaiz tersebut dapat dilihat dalam pendapatnya Ibnu Qudamah (al-Mughni, 8/113), Sulaiman al-Marsawi (al-Inshaf fi Ma'rifatir Rajih minal Khilaf, 1/496), dan Ibnu Hazm ad-Dhahiri (al-Mahalli, 1/400).

Membolehkan umat muslim masuk gereja memiliki alasan kuat. Para ulama selain berdalil pada hadits juga berdalil berdasar peristiwa sejarah. Khalifah Umar bin Khattab r.a. pernah memerintahkan umat Nashrani untuk membangun gereja-gereja mereka dengan ukuran yang lebih besar dan lebih luas. Tujuan kebijakan politik Umar ra tersebut adalah agar umat muslim bisa masuk ke dalam gereja dan tidur menginap di sana (Ibnu Qudomah, al-Mughni, 8/113).

Peristiwa sejarah lain serupa terjadi saat penaklukan Negeri Syam. Pada saat itu, Umar ra dan Ali bin Abi Thalib berangkat ke Syam untuk menyaksikan kota yang baru tunduk itu. Untuk menyambut kedatangan sang Khalifah, umat Nashrani memasak masakan paling lezat untuk hidangan khalifah. Ketika hidangan siap santap, Ali bin Abi Thalib tidak melihat Umar. Dia bertanya: "kemana Umar?" Orang-orang menjawab: "beliau di dalam gereja."

Awalnya Ali menolak ikut masuk ke gereja. Tetapi, Umar berkata: "pergilah bersama yang lain!" Ali pun mengikuti saran Umar, ia masuk ke dalam gereja, dan ikut makan bersama orang-orang Nashrani. Di dalam gereja, Ali bin Abi Thalib melihat-lihat seni ukir dan lukisan umat Nashrani itu (Ibnu Qudomah, al-Mughni, 8/113).

Kebolehan masuk gereja didukung oleh Lajnah Da-imah lil Buhuts al-Ilmiah wa al-Ifta'. Muslim boleh (jaiz) masuk ke dalam gereja dengan catatan untuk tujuan toleransi (at-tasamuh), memperkenalkan wajah Islam yang damai supaya mereka cinta Islam, tidak ikut-ikutan melakukan ibadah gereja, dan tidak khawatir terpengaruh oleh ajaran gereja (Fatawa Lajnah Daimah lil Buhuts al-Ilmiah wal Ifta', Riyadh: Darul Muayyid, 1424 H., 2/115).

Sudah menjadi rahasia umum, para ulama Timur Tengah, terutama grand syeikh al-Azhar, terbiasa masuk gereja. Mereka duduk bersama dengan Paus dan bapak gereja lainnya. Jika masuk ke dalam gereja disebut pemurtadan, maka sungguh hal itu lebih terlihat sebagai kebencian atas nama agama dari pada membela agama dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan.

Kritik lain yang kesannya berlebihan (ghuluw) dari berdasar pada ilmu agama adalah tentang ikhtilath. Mereka mengkritik adegan para santriwati dan santriwati di suatu tempat yang sama. Selain pemandangan seperti ini hal lumrah terjadi di banyak pesantren tradisional, banyak ulama juga membolehkan ikhtilat, apalagi di dalam lembaga pendidikan. Dr. Abdul Masih Sam’an, Dosen Universitas ‘Ain Syam sekaligus ulama Kuwait, bahkan mengatakan bahwa ikhtilath antara perempuan dan laki-laki di lembaga pendidikan merupakan keharusan (la budda).

Menurutnya, negara-negara yang melarang ikhtilath jauh lebih potensial memancing kerusakan akhlak. Sebaliknya, pembiasaaan ikhtilath sejak madrasah ibtidaiyah akan mengurangi dampak buruk tersebut. Dengan alasan yang sama, Dr. ‘Adil al-Madani, seorang dosen ilmu psikologi Universitas al-Azhar, Kairo, malah melihat ikhtilath di lembaga pendidikan harus dilakukan sejak usia dini (ALWATAN,18/1/2012).

Hadits yang digunakan para ulama adalah riwayat Abdullah bin Amr bin al-Ash, Rasulullah saw naik ke mimbar dan bersabda: “sejak hari ini tidak boleh ada lelaki masuk ke mughibah (perempuan bersuami yang suaminya sedang pergi-pent.) kecuali ia bersama seorang laki-laki lain, atau bersama dua perempuan di sampingnya,” (HR. Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Hibban).

Diriwayatkan oleh Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik, ia mengatakan: “Rasulullah saw mendatangi Ummu Haram binti Mulhan, lalu Ummu Haram menyuguhkan makanan pada beliau dan menyisir rambut beliau. Kemudian Rasulullah saw tertidur. Setelah bangun, Rasulullah tertawa. Ummu Haram bertanya: 'apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasul?' Rasul bersabda: 'umatku maju ke medan tempur, mereka menunggangi kuda seperti gelombang laut,” (HR. Bukhari-Muslim).

Hadits-hadits di atas tidak saja mendukung bolehnya ikhtilath, bercampurnya laki-laki dengan perempuan dalam batas yang kewajaran, tetapi juga menjadi dalil bagi bolehnya perempuan menyisiri rambut laki-laki bukan muhrimnya. Mungkin karena  melihat ada kelonggaran hukum ikhtilat disini, sebagian para kiai masih membiarkan santriwan dan santriwatinya campur dalam satu kelas, sebagai hal yang wajar dan tidak perlu dicurigai secara berlebihan. Baca Selengkapnya 
Rupanya Kyai yang satu ini punya lebih banyak referensi mengenai hukum ikhtilath. Tetapi, entahlah, apakah referensi tersebut cukup kuat untuk membolehkan bercampurnya laki-laki dan perempuan dalam satu tempat. Wallahua'lam.

Belum ada Komentar untuk "Kumpulan Komentar Trailer Film The Santri"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel