Featured post

Menikahi Janda Kaya Untuk Biaya Kuliah

BAB 1: Makan Malam Masakan Ibu Kost Ada orang ketuk pintu. Rian membuka kamar kostnya. Rupanya ibu kostnya, Bu Rahma. "Ibuk masak agak ...

Cerpen - Ajaran Kelompok Sesat

______________
______________

Menanti Jodoh Terbaik dari Allah, cerpen asmara, bagaimana cara memilih jodoh menurut islam, Istikharah jodoh,
Abdurrahman sedang mengedit foto pemandangan yang ia ambil dengan kamera ponselnya sore tadi di sawah. Fotografi, khususnya landscape fotography menjadi hobi barunya sejak beberapa bulan terakhir, sejak ia memiliki smartphone canggih yang harganya lumayan mahal.

Doa Didekatkan Jodoh

"Abdurrahman."

Mendengar suara panggilan ibunya, Abdurrahman segera keluar dari kamarnya. "Iya, Bu."
"Sini."

Abdurrahman pun mendekat dan duduk di samping ayahnya di sofa, berhadapan dengan ibunya.

"Tadi siang ibu sama bapak main ke rumah Bu Diah."

"Guru SMA Rahman?"

"Iya. Dia nanyain kamu: kenapa belum nikah."

"Mau ditawari calon istri?"

"Iya. Sesuai kriteriamu, bahkan dia bukan hanya lulusan pesantren, tapi yang punya pesantren."

"Ow."

Respon Rahman tidak meyakinkan. Selama ini Abdurrahman taat ibadah, banyak melakukan amalan sunnah, mendambakan istri taat ibadah. Seharusnya sangat bergembira dijodohkan sama anak pengasuh pesantren. Beliau sudah yakin sekali ini jawaban atas doanya untuk sang putra agar didekatkan dan segera diipertemukan dengan jodohnya.

"Kamu tidak suka?"

"Perlu kenal dulu," jawab Rahman.

Bu Diah menjadi perantara pertemuan Abdurrahman dengan calonnya. Keduanya bertemu di rumah Bu Diah.

***

Menanti Jodoh Terbaik dari Allah

"Bagaimana, kamu mau kan sama dia?"

"Dia yang tidak mau."

Jawaban Abdurrahman sangat mengejutkan ibunya dan beliau langsung ke rumah Bu Diah ingin tahu sendiri kebenarannya. "Katanya sudah ingin menikah? Kok tidak mau sama Abdurrahman?!"

Bu Diah geleng-geleng kepala. "Saya kaget, Tin." Bu Diah biasa memanggil Ibunya Abdurrahman dengan panggilan Tin, suku kata akhri dari Sujiatin. "Anakmu terlalu berambisi."

"Berambisi bagaimana?"

"Masak dia bilang mendambakan keluarga penghafal Quran dan tak mau mendengarkan musik atau nyanyian-nyanyian. Dia ingin keluarganya jadi ahli ilmu dan ahli ibadah. Katanya dia tidak mau hidup dengan wanita yang menyepelekan ilmu. Katanya, jika sudah berilmu, ya hidup sesuai ilmu. Begitu kata dia. Kalau semua ilmu agama mau diamalkan, seberapa banyaknya?!"

Bu Sujiatin bingung mau jawab apa. "Bukankah itu keinginan baik?"

"Masak hidup cuma isinya ibadah terus?! Paling anakmu dikira ikut aliran sesat. Sekarang kan lagi marak aliran sesat. Mereka kan memang rajin ibadah, sering di masjid. Sayangnya aqidahnya melenceng."

Bu Sujiatin tidak begitu paham aliran agama. Ia segera pulang hendak mengintrogasi putranya, khawatir ikut aliran yang dianggap sesat oleh orang-orang.

"Kamu ikut aliran yang sering di masjid itu? Mereka aqidahnya tidak lurus."

Abdurrahman tersenyum. Iya paham bagaimana cara memilih jodoh menurut islam. Istikharah jodoh tentu sudah ia lakukan. "Bu, saya hormat orang tua itu karena ilmu, saya berperilaku baik juga karena punya ilmu. Saya yakin Allah ada. Saya yakin surga dan neraka ada. Apa meyakini keberadaan Allah dianggap tidak lurus aqidahnya?"

"Semua tokoh agama bilang aqidah mereka sesat."

Abdurrahman tersenyum. Dia paham kalau ibunya tak paham apa itu aqidah. "Saya sudah pernah beberapa kali ikut musyawarah bersama para tokoh desa. Kata beliau-beliau, mereka dianggap sesat karena salah meyakini tentang Allah. Tapi, Bu, meskipun mereka salah meyakini, mereka sangat yakin Allah ada, makanya taat ibadah, Al Quran pun mereka hafal agar tambah dekat dengan Allah. Mereka terus menambah ilmu. Orang tersesat, kalau terus menambah ilmu, akan paham juga nanti mana yang benar." Ibunya diam saja. "Sedangkan yang merasa aqidahnya lurus, tak semangat ibadah. Punya ilmu, tak diamalkan. Bahkan suka melakukan hal makruh. Padahal yang dicintai Allah itu yang mengerjakan amalan sunnah, lawannya amalan makruh. Menurut saya mereka ini bukan lurus aqidahnya, tapi hampir tak beraqidah, hampir tak yakin akan adanya Allah. Kalau yakin Allah bersamanya, tak mungkin mereka bersenang-senang mendengarkan lagu-lagu cinta tak halal."

"Terus, kamu mau menikah sama kelompok mereka itu?"

"Tidak harus."

"Cari masalah saja!" Bu Sujiatin tampak kesal.

Membuat orang tua sakit hati itu dosa. Abdurrahman paham itu. "Abdurrahman tidak pilih-pilih calon istri. Tapi Abdurrahman tak ingin punya anak yang tumbuh di rahim wanita yang jarang mengingat Allah. Apalagi tak menjaga lidah, mata dan pendengaran dari hal-hal tak baik."

"Itu kan tugasmu sebagai laki-laki untuk menjaganya."

"Asal dia mau saya jaga dengan cara saya."

***

bersambung...

Belum ada Komentar untuk "Cerpen - Ajaran Kelompok Sesat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel