Menyuruh Tidak Harus Selalu dengan Kalimat Perintah
Sabtu, 05 November 2016
Tambah Komentar
______________
______________

Usai dituliskannya Perjanjian Hudaibiyah tersebut, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk bertahalul (mencukur rambut) dan menyembelih hewan kurban. Akan tetapi, tak seorang pun yang mengindahkan seruan beliau. Mereka kecewa dengan perjanjian tersebut. Perjanjian tersebut merugikan mereka dan dipandang sebagai suatu penghinaan.
Rasulullah saw. marah dengan sikap para sahabat dan masuk ke kamar Ummu Salamah. Melihat Nabi yang tampak risau, Ummu salamah bangkit dan menanyakan apa yang terjadi. "Celakalah orang-orang itu. Kuperintahkan menyembelih kurban dan bertahalul, mereka menolak," jawab Rasulullah.
Ummu Salamah tersenyum mencoba menenangkan beliau, "Tenangkan hatimu, Wahai Rasulullah! Demi Allah, sulit bagi mereka menerima perjanjian damai itu. Percayalah, mereka takkan pernah mendurhakaimu. Kupikir keluarlah kau sekarang, tetapi jangan bicara dengan siapa pun sebelum kau sendiri bertahalul dan menyembelih hewan kurban. Kuyakin mereka pun akan berbuat sepertimu."
Rasulullah senang dengan saran Ummu Salamah. Sungguh ide yang cemerlang. Lalu beliau keluar bertahalul. Orang-orang terpana melihat Nabi dan mengikuti apa yang dilakukan Nabi saw.
Sumber: Bilik-bilik Cinta Muhammad, karya Dr. Nizar Abazhah (halaman: 112-113)
Baca juga: sholat imam terlalu lama
Metode Dakwah
Cerita di atas mengajarkan bahwa dakwah tidak harus dengan ceramah atau marah-marah melulu. Dakwah tidak harus selalu dilakukan di atas mimbar. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyeru umat agar berbuat kebajikan. Bahasa verbal tak selalu mudah dipahami, terkadang bahasa non-verbal lebih mudah diahami. Rasulullah melakukannya dengan memberi contoh (teladan).
Musyawarah
Dalam kisah tersebut Rasulullah memberi contoh bahwa betapapun pintar dan alimnya kita, bukan berarti tak butuh nasehat dan tak butuh pendapat orang lain. Rasulullah mendengarkan dengan baik nasehat istrinya. Padahal dirinya seorang Nabi penerima wahyu dari Sang Pencipta. Tentu sudah tak diragukan keilmuannya. Kekeliruannya langsung dibetulkan oleh Sang Pencipta. Tetapi beliau masih mau mendengar pendapat orang lain, bahkan seorang perempuan yang katanya kurang akalnya.
Menghargai Pendapat Istri (Wanita)
Wanita dikatakan kurang akalnya, bahkan dijaman jahiliah anak perempuan dikubur hidup-hidup. Wanita sering kali dianggap mahluk nomor dua yang tak punya kemampuan apa-apa. Bahkan banyak suami yang enggan untuk mendengar pendapatnya. Tetapi Rasulullah tidak demikian, beliau mau mendengar nasehat Ummu Salamah. Sebagai seorang laki-laki Rasulullah tidak menunjukkan dirinya sebagai mahluk yang tak butuh pendapat perempuan.
Memulai Dari Diri Sendiri
Pelajaran yang terakhir yang bisa diambil dari kisah tersebut masih terkait dengan metode dakwah, bahwa memulai dari diri sendiri merupakan metode dakwah yang baik, yakni dengan keteladanan. Rasulullah melakukannya bahkan dengan tanpa sepatah kata pun. Jadi menyeru pada kebajikan tidak harus selalu teriak-teriak marah-marah.
Itulah beberapa pelajaran yang saya peroleh dari kisah singkat di atas.
Belum ada Komentar untuk "Menyuruh Tidak Harus Selalu dengan Kalimat Perintah"
Posting Komentar