Featured post

Ketika Wanita Pendosa Iri Pada Muslimah Taat

Cukup menarik. Saya perlu menuliskannya web ini. Tidak sengaja saya menemukan video ini disarankan YouTube. Bisa ditonton selengkapnya di Yo...

Guru Sukwan dan Honorer: Statement Guru Harus Ikhlas Salah Kaprah

______________
______________

Bicara pendidikan, saya awali dari sejarah berdirinya pesantren. Waktu penyebaran islam dulu, orang-orang yang ingin belajar agama datang ke rumah kyai (Guru agama) untuk belajar. Bahkan beberapa dari mereka minta ijin untuk mendirikan bangunan di sekitar kediaman beliau (nantinya menjadi pesantren) agar mereka tak perlu pulang.
gaji guru, kesejahteraan guru, pendidikan di pesantren

Karena mereka menyita waktu kyai, tanpa diminta pun tentu sadar, kyai kan butuh biaya hidup. Santri-santri pun memberi uang yang dikenal dengan istilah (Suwan/nyabes), pekerjaan-pekerjaan rumah beliau pun termasuk menggarap ladang dan sawahnya atau toko dibantu santri, tujuannya agar kyai fokus mendidik mereka. dikenallah istilah santri mengabdi pada kyai yang ikhlas mendidik mereka. Kyai tidak digaji, tapi santri semangat membantu kyai, karena hidup kyai adalah hidup mereka.

Sekarang, jaman berubah. Semua lembaga pendidikan harus dibawah naungan pemerintah dan harus mengikuti standard pemerintah.

Aturan pemerintah berbeda dengan pesantren tradisional. Pemerintah mengedepankan profesionalitas. Sehingga, muncullah gaji bulanan untuk guru yang dibayar dengan uang negara (uang rakyat). Namun, masyarakat belum bisa melupakan tradisi pesantren. Di benak mereka, namanya guru ya tidak cari uang, tapi cari pahala. Meskipun mereka sadar bahwa manusia itu jika tidak makan akan mati, kecuali yang sakti.

Bahkan beberapa lembaga negara pun masih ada oknum yang menggunakan sistem santrian seperti pesantren. Bahkan direktur lembaga non-formal seperti lembaga kursus pun juga ada yang begitu. Pimpinan-pimpinan ini memotivasi para staff pengajarnya agar berjuang mendidik dan tak mempertimbangkan gaji. Menurut saya ni salah tempat.

Jaman dulu, santri yang semangat membayar. Sekarang, karena pemberian gaji sudah dialihkan ke pemerintah, seharusnya keseriusan memperhatikan kesejahteraan para pengajar dilakukan oleh pemerintah. Memang, kontrol perlu karena tidak sedikit oknum guru yang nakal.

Buang jauh statement guru harus ikhlas. Pada konsep pendidikan seperti sekarang, ikhlas bukan tidak dibayar, tapi ikhlas adalah bekerja profesional dan mendapat upah yang layak.

Selain itu, saya melihat merebaknya ketidakpedulian. Tidak sedikit sekolah yang dijadikan alat untuk menolong saudara, sahabat, dan kerabat yang butuh uang. Jika bukan saudara harus bayar uang sekian juta, ada yang 4 - 6 juta, hanya untuk menjadi guru dengan gaji 50ribu aau bahkan tanpa gaji. Jadi, perekrutan guru bukan berdasarkan kualitas. Pembiaran dilakukan masal. Sekolah sembarangan merekrut guru dibiarkan. Sekolah menggaji guru dengan upah sedikit dibiarkan. Guru baru mengajar sekian bulan dicatat sudah mengajar 10 tahun dibiarkan. Guru minta kenaikan gaji dibiarkan. Masih banyak lagi. Semoga saya salah, mungkin pemerintah mengusahakan tapi belum berhasil. Semoga saja. saya doakan semoga berhasil.

*Sumber kisah awal mula pesantren saya baca di sebuah buku, maaf lupa judulnya. dalam artikel ini saya ingin menjelaskan bahwa pesantren jaman dahulu dan sekolah jaman sekarang itu beda. Ini sekedar opini saya.

Belum ada Komentar untuk "Guru Sukwan dan Honorer: Statement Guru Harus Ikhlas Salah Kaprah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel