Tawuran Pelajar, Orang Tua dan Guru Dimana?
Selasa, 21 Mei 2013
Tambah Komentar
______________
______________
Dengar berita di radio Suara Surabaya tadi sore. Tiba-tiba ada berita tawuran antara SMK islam milik Nahdliyin, SMK katolik di Blitar,dan SMK Negeri I. Wah, ada nama islam dan katolik yang dibawa. Tetapi ternyata ada seorang alumni menulis di blognya bahwa siswa SMK Katolik mayoritas beragama islam. Menurut dia, ini bukan soal agama. Kejadiannya pada hari Sabtu kemarin, sehabis ujian di kawasan Taman Kota Kebonrojo.
Selama saya sekolah di STM, hanya sekali hendak terjadi tawuran, tapi gagal karena sekolah lawan ternyata sudah pulang.
Bagaimanapun, mereka hanyalah remaja yang sedang berkembang, yang masih labil jiwanya. Mereka belum hidup mandiri, masih hidup di bawah asuhan orang tua dan pendidik (guru). Bila kita melihat ke depan, nyaman tidaknya dunia ini nanti tergantung pada generasi kita. Jika mereka menjadi orang-orang baik yang selalu berperilaku baik dan menentramkan, dunia ini akan tampak indah dan terasa nyaman didiami. Tetapi jika sebaliknya, bisa dibayangkan sendiri.
Menurut saya, pada hakikatnya, semua manusia memikirkan dirinya sendiri. Seorang ulamak berdakwah sampai meninggalkan urusan pribadinya, karena ia tahu dengan begitu ia akan mendapatkan surga. Ia berbuat untuk dirinya. Seorang ibu menangisi kebergian anaknya, atau selalu menggensong anaknya, karena jiwa keibuannya membutuhkannya, membutuhkan aktivitas demikian. Ia berbuat untuk memenuhi kebutuhannya. Begitu juga guru. Guru gemar mengajar, karena ia suka memberi tahu orang lain, atau suka pamer ilmu, atau suka membantu orang lain. Ia juga berbuat untuk dirinya, memenuhi keinginan hatinya.
Saya masih berstatus mahasiswa FKIP, sudah semester akhir. Saya tahu, meskipun tidak seratus persen, seperti apa guru dan calon guru. Tidak perlu saya gambarkan detail. Tetapi jika ada siswa tawuran, hati saya mengatakan, "Wajar saja." ya, wajar. Sudah kurang lebih delapan bulan saya berstatus sebagai guru. Banyak berinteraksi dengan guru dan orang-orang yang berkesibukan di dinas pendidikan. Saya semakin banyak tahu. Dan, ketika ada pelajar yang berperilaku buruk, hati saya mengatakan, "Wajar saja." Ya, itu wajar.
Selama saya sekolah di STM, hanya sekali hendak terjadi tawuran, tapi gagal karena sekolah lawan ternyata sudah pulang.
Bagaimanapun, mereka hanyalah remaja yang sedang berkembang, yang masih labil jiwanya. Mereka belum hidup mandiri, masih hidup di bawah asuhan orang tua dan pendidik (guru). Bila kita melihat ke depan, nyaman tidaknya dunia ini nanti tergantung pada generasi kita. Jika mereka menjadi orang-orang baik yang selalu berperilaku baik dan menentramkan, dunia ini akan tampak indah dan terasa nyaman didiami. Tetapi jika sebaliknya, bisa dibayangkan sendiri.
Menurut saya, pada hakikatnya, semua manusia memikirkan dirinya sendiri. Seorang ulamak berdakwah sampai meninggalkan urusan pribadinya, karena ia tahu dengan begitu ia akan mendapatkan surga. Ia berbuat untuk dirinya. Seorang ibu menangisi kebergian anaknya, atau selalu menggensong anaknya, karena jiwa keibuannya membutuhkannya, membutuhkan aktivitas demikian. Ia berbuat untuk memenuhi kebutuhannya. Begitu juga guru. Guru gemar mengajar, karena ia suka memberi tahu orang lain, atau suka pamer ilmu, atau suka membantu orang lain. Ia juga berbuat untuk dirinya, memenuhi keinginan hatinya.
Saya masih berstatus mahasiswa FKIP, sudah semester akhir. Saya tahu, meskipun tidak seratus persen, seperti apa guru dan calon guru. Tidak perlu saya gambarkan detail. Tetapi jika ada siswa tawuran, hati saya mengatakan, "Wajar saja." ya, wajar. Sudah kurang lebih delapan bulan saya berstatus sebagai guru. Banyak berinteraksi dengan guru dan orang-orang yang berkesibukan di dinas pendidikan. Saya semakin banyak tahu. Dan, ketika ada pelajar yang berperilaku buruk, hati saya mengatakan, "Wajar saja." Ya, itu wajar.
Belum ada Komentar untuk "Tawuran Pelajar, Orang Tua dan Guru Dimana?"
Posting Komentar