BAB 17: Tugas Kuliah Bikin Stres
“Eh, kalian udah ngerjakan tugas dari Pak Alan?” tanya Dini.
Rian dan Leo agak terkejut. Paling males kalau ada tugas. “Ada tiga tugas ya minggu ini?” kata Leo.
“Iya. Aku baru selesai satu.”
“Gimana kalau ngerjakan bareng di kontrakan?” ajak Leo.
“Okay.” Berangkat.
Dini dan Rian duduk di depan TV, buka laptop. Rian sangat malas untuk mengerjakan. Bukan malas belajar, biasanya, tugas dosen kurang berkaitan dengan dunia nyata. Padahal, Rian kan ingin aktivitas yang real yang memang dibutuhkan untuk karirnya nanti. Leo membelikan mereka bakso. Wah, banyak uang dia.
“Makan dulu, yuk, biar lebih bertenaga,” kata Leo.
Dini tertawa. “Apanya yang bertenaga, wong ngerjakan tugas,” katanya.
“Hahahaha…. Paham kamu, Din. Enak baksonya ni.”
“Beli dimana?”
“Ini, depan.”
Mereka pun menikmati bakso sebelum mengerjakan tugas.
Pikiran Rian kemana-mana. Ternyata kuliah ribet juga, pikirnya. Terlebih kalau sudah ada tugas seperti ini. Rian banyak membaca dunia bisnis IT, termasuk dunianya programmer. Banyak hal yang harus dilakukan untuk sukses di bidang IT, bukan hanya menyelesaikan tugas kuliah. Tetapi, kalau tidak mengerjakan tugas, ntar nilainya kecil. Akan sulit kalau mau melamar kerja kalau nilainya tidak bagus.
Leo dan Dini tidak begitu memikirkan bagaimana ke depan. Bagi mereka, yang penting kuliah dengan baik, soal karir, apa kata nanti. Nikmati saja hidup saat ini.
“Kamu sama siapa sekarang, Din?” tanya Leo.
“Hmm… Jangan bahas itu dulu,” kata Dini. “Tugasnya selesaikan dulu.”
“Hehe… Penasaran aku, Din,” kata Leo.
Dengan berat hati Rian pun mengerjakan. Mudah sebenarnya tugasnya, bagi Rian. Hanya saja, mengerjakannya menyita waktu, itu yang ia tidak suka.
“Wina itu sama Fandra ya, katanya, tapi aku lihat sama anak semester 7 kapan hari,” Leo tidak bisa fokus pada tugasnya.
“Hhmmm… itu cewek memang gitu,” kata Dini.
“Pernah nginap di sini.”
“Hah…?!” Dini kaget. “Berarti kamu…?”
“Hehehe… Nyicipi dikit.”
“Iiiihhh… Jijik.”
“Kamu nginap aja di sini,” kata Leo lagi.
“Ihh…!! Ge-er, aku bukan cewek murahan.”
“Tak hargai mahal.”
“Udahhh….!! Hhmmm…!! Fokus ngerjakan tugas aja…!!”
Leo baru buka laptopnya.
“Kamu punya blog, Rian?” tanya Dini.
“Iya, baru coba-coba.”
“Banyak visitornya?”
“Lumayan. Buat latihan optimasi aja.”
Ada yang datang naik motor. Rian melihatnya. Rupanya Mas Febri dengan ceweknya.
“Pacarnya itu?” tanya Dini.
“Bukan,” jawab Leo. “Buat hiburan aja itu. Masih punya suami dia.”
“Hah…?! Kok berani?”
“Suaminya merantau, tidak pulang-pulang.”
Dini tertawa. “Gatal paling ya,” katanya.
Satu tugas hampir selesai. Cukup banyak waktu tersita. Rian benar-benar tidak suka. Bikin stres aja. Sering kali ia melihat beberapa blogger posting penghasilan di grup, jadi iri. Rian yakin, kalau fokus bisa seperti mereka. Sayangnya, waktunya harus dibagi-bagi dengan kegiatan kuliahnya.
“Tinggal satu lagi,” kata Dini. “Ah, istirahat dulu.”
“Istirahat di kamar ja,” kata Leo.
Dini memukulnya. “Ihhh…!! Kamu itu ngeres terus pikirannya…!!”
“Hahahaha...” Leo melihat Rian. Ekspresinya kayak depresi. “Enak paling ya kalau sudah punya istri. Kalau lagi stres, ada obatnya.” Dini geleng-geleng kepala. “Rian tidak mau cari hiburan?” tanyanya. “Dini mau menghibur katanya.”
Dini mencubitnya. “Ngawurrr….!! Sebel aku…!!”
“Rian cakep lo, Din.”
“Rian orang baik, tidak kayak kamu.”
Rian pura-pura fokus aja mengerjakan tugas. Tetapi, dia tidak tahan juga, stres juga. Sebelum mikir yang aneh-aneh, mending pulang, ketemu istri. “Aku pulang dulu aja,” katanya. “Ada urusan.”
BAB 18: Sukses Bisnis
Habis olah raga, Andi langsung ke dapur. Elin sedang masak. Ia kecup pipinya. “Keringatnya,” kata Elin.
“Cantik.”
Elin sedang mempersiapkan sayur untuk dimasak. Andi mencuci piring, gelas, dll. “Tadi ada yang order madu,” kata Andi.
Wah, sepertinya tambah laris. Sudah seminggu ini Andi mencoba dropship beberapa barang. Masih mencoba pasar sebenarnya, kalau sudah dapat produk yang pas, rencana mau stok. “Order berapa?” tanya Elin.
“Lima liter.”
“Banyak itu.”
“Iya, lumayan. Tadi juga ada yang nanya-nanya bibit bunga aglonema.” Itu bunga mahal.
“Berkah sholawat,” kata Elin.
“Alhamdulillah.”
“Ntar sore ke panti asuhan ya, antar sembako.”
Sesuai anjuran Kyai Sakir, Andi dan Elin rajin bersholawat dan bersedekah. Selalu positif thinking dan selalu bersyukur, hindari mengeluh. Fantastik. Hidup jadi lebih semangat. Ada pesan WA masuk. Andi mengambil handphonenya. Dilihatnya ada pesan dari yang tadi tanya-tanya bibit bunga aglonema. Senangnya.
“Ada orderan, Mas?”
“Yang tadi, jadi order bibit bunga aglonema sepuluh.”
Mantap.
“Kacangnya tak tumis ya,” kata Elin.
“Iya, mana, aku yang bumbuin.”
Andi berencana stok barang dan buka peluang reseller. Menurutnya, itu langkah awal jadi bos. Tetapi, belum memutuskan akan stok produk apa. Mungkin setelah berjalan 3 bulan, berani untuk stok barang yang paling laris. Tetapi, untuk sementara, dia akan coba beli bibit beberapa bunga yang harganya mahal seperti aglonema, kaktus, anthurium, philodendron variegata dan monstera variegata.
Menurutnya, bunga-bunga tersebut, berdasarkan banyak sumber, harganya cukup stabil. Kan lumayan kalau sudah berkembang biak, harga jualnya pasti mahal. Sebenarnya ia juga ingin mencoba hewan hias, tapi sepertinya perlu paham kwalitas. Pemula akan kesulitan menentukan harga. Paling, bisanya hanya dengan lelang. Itu jadi cara mudah seorang penjual jika tidak tahu untuk menentukan harga.
Sekarang Andi jadi mahir design gara-gara sering promosi. Dia jadi terlatih membuat design gambar produk yang menarik.
***
Setiap hari, dagangan online Andi semakin laris. Sepertinya iya jodoh dengan bisnis. “Stok bibit bunga enak, kayaknya,” kata Andi.
“Boleh juga.” Elin setuju aja.
“Sama ternak lele di terpal.”
“Emang bisa ngerawatnya?”
“Dicoba dulu. Pelihara sedikit.”
Andi mencoba cari info di grup pecinta bunga. Dia berencana beli bibit bunga dengan harga reseller atau agen, terus mau dijual lagi. Kalau nunggu tanam sendiri, pikirnya kelamaan. Jadi, harus jalan dua-duanya. Setelah browsing-browsing dan banyak yang inbox menawarkan harga, akhirnya Andi menemukan orang yang menurutnya tepat. Dia menawarkan harga yang cukup murah dengan minimal pembelian 10 buah. Menurut Andi lumayan, bisa ambil 10 dulu.
Andi pun segera berangkat ke lokasi, lumayan jauh, perjalanan sekitar 2 jam. Kebunnya cukup luas, bukan hanya tanaman bunga tapi juga bibit pohon buah. Rupanya memang petani sejati. Bisa sekalian menimba ilmu ni, pikir Andi. Beliau sudah lumayan senior usianya, sekitar 50an, perkiraan Andi.
“Monggo kalau mau lihat-lihat.”
“Luas sekali Pak Haji, kebunnya,” kata Andi. Padahal dia tidak tahu sudah haji apa belum. Tapi, biasanya orang kaya kan sudah haji. Apalagi beliau memakai sarung. Mereka ngobrol sambil berjalan.
“Alhamdulillah, nikmat Allah,” kata beliau.
“Sudah lama bertani, Pak Haji?”
“Sudah… 20 tahun lebih. Waktu masih satu istri.” Andi kaget mendengarnya. Berarti istrinya lebih dari satu. “Dulu merantau di Sumatra. Melihat wanita cantik, sudah janda, saya ajak nikah. Mau. Setelah merasa banyak uang, saya ajak pulang ke sini,” kisah beliau. “Karena sudah tua, akhirnya saya diizinkan nikah lagi biar bisa punya anak.” Pikir Andi, kayak ceritanya si Rian. “Alhamdulillah, Allah karuniai 5 anak, sekaligus dengan rizkinya." Andi menanggapi dengan senyum saja. "Sudah menikah?” tanya beliau.
“Sudah, Pak Haji.”
“Berapa?”
“Hahaha… Satu saja, Pak Haji.”
“Punya istri dua itu, harus siap mental,” kata beliau. “Saya dulu dapat ijazah dari seorang kyai, disuruh baca surah Al Waqiah tiga kali setiap hari. Itu saya rutinkan. Alhamdulillah, murah rizki.”
Andi melihat-lihat bibit bunganya. Sebenarnya dia tidak tahu, seperti apa yang berkualitas itu.
Belum ada Komentar untuk "BAB 17: Tugas Kuliah Bikin Stres"
Posting Komentar