Featured post

Ketika Wanita Pendosa Iri Pada Muslimah Taat

Cukup menarik. Saya perlu menuliskannya web ini. Tidak sengaja saya menemukan video ini disarankan YouTube. Bisa ditonton selengkapnya di Yo...

Dipaksa Cerai Oleh Orang Tua

______________
______________

Dipaksa Cerai Oleh Orang Tua

"Kerja apa suami Nia?"

Tanya Bu Idah pada Bu Maryam saat beliau beli bumbu di tokonya. Bu Maryam suka curhat tentang ekonomi pada tetangga, biasanya saat beli sesuatu di toko atau warung. Jadinya, banyak yang tau kondisi keluarga beliau. Sebenarnya yang lain juga sama kondisinya, cuma kan tidak semua suka curhat.

"Cuma kerja di warung makan, Bu," kata Bu Maryam. Sebenarnya itu warung makan besar. Namanya Warung Makan Dapur Bunda. "Jaman sekarang, gaji segitu tidak cukup."

Hutangnya juga sudah banyak. Mungkin beliau banyak curhat, tujuannya ingin agar ada yang merasa iba dan mau membantu. Tetapi, rupanya tak satu pun yang mau membantunya. Hutang harus dibayar. "Mending cari suami lain saja," katanya pada Nia suatu hari. Padahal ada menantunya: Harun. Tentu saja dia sangat tersinggung.

Nia sangat marah, tapi beliau ibunya. Dia sayang sama suaminya meskipun penghasilannya belum bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Malam ini Harun mengajak Nia makan di luar, di warung makan Ceria. Sebenarnya itu malah menghabiskan uang banyak, tapi ia ingin bicara berdua. Kebetulan di sana ada bilik-bilik tempat makannya.

"Maaf ya, Mas, sikap ibu," kata Nia.

"Ia, aku paham."

"Aku tidak akan pernah mau pisah."

Harun paham. "Ini ujian dari Allah. Jika memang sulit mencari penghasilan di sini, saya akan mencoba merantau kalau pun harus ke luar negeri."

Sepertinya Nia keberatan. Dia tidak mau jauh dari suami. Maklum, pasangan muda.

***

Nia melihat ada mobil mewah berhenti di depan rumahnya. Segera ia intip dari jendela. Rupanya pak denya, Haji Hamdan, yang ada di Kalimantan datang bersama temannya. "Assalamualaikum," katanya. Nia segera membuka pintu menyambutnya. Ibunya yang lagi di dapur juga segera keluar. Senangnya dia melihat saudaranya datang.

Tak bisa jaga diri, di depan Nia, beliau langsung bicara tentang penghasilan suami Nia pada Haji Hamdan. Haji Hamdan pun tampak langsung nyambung banget. Nia mengira, sepertinya mereka sudah sering komunikasi lewat chat. Nia pindah ke kamar saja. Dia merasa sangat terganggu, apalagi ada orang lain, teman pak denya.

Ibunya memanggil Nia agar kembali ke ruang tamu. Nia pun terpaksa kembali. "Kamu cantik," kata Pak Denya. "Kalau seperti ini terus, bagaimana ke depan? Apalagi kalau sudah punya anak. Hutangmu sudah berapa?" Memang sih salah Nia juga kurang bisa mengatur pengeluaran sehingga banyak hutang. Selain itu, ia juga nanggung hidup ibunya. Seharusnya disesuaikan dengan pemasukan. "Ini Hendra," kata pak denya menunjuk anak muda di sampingnya. "Kalau kamu mau pisah dengan suamimu, dia mau menjadi penggantinya. Dia seorang manajer."

Nia menangis dan lari ke kamar. Setega itu mereka, pikirnya. Ini bukan yang pertama, sudah beberapa kali ibunya mencoba menawarkan laki-laki lain pada Nia. Pernah ia menawarkan seorang polisi, entah kenal dari mana. Pernah juga seorang pejabat, katanya lagi mencari istri kedua.

***

Harun tidak mengira mertuanya akan senekad itu. Padahal gajinya itu tidak cukup bukan karena dirinya saja, melainkan dipake bersama. Tetapi, ia tetap wajib hormat pada mertua. Ia marah sebenarnya, tapi mencoba tenang. Tetapi, menurutnya, ia harus segera melakukan sesuatu. Ini sudah kelewatan. Sebenarnya, kalau dia mau menuruti amarahnya, banyak wanita yang lebih cantik dari Nia, yang juga bekerja pun banyak. Tetapi, ia kepala keluarga, ia harus bersikap bijak.

Menurut Harun, buruknya kondisi ekonomi keluarganya bukan karena pemasukan yang kecil, sebab yang lain banyak yang di bawah dirinya penghasilannya. Semua gajinya sudah ia serahkan pada istrinya. Tetapi, masalahnya adalah pola hidup. Dirinya pun juga mulai mencari-cari ide bisnis untuk menambah penghasilan yang bisa ia kerjakan di luar jam kerja.

***

Tiba-tiba harun dielefon petugas bank. Harun kaget, katanya hutangnya harus segera dilunasi. Marah. Tetapi marah sama siapa? Seharusnya dirinya yang membimbing istri. Tetapi, maslahnya ada pada ibu mertuanya juga, ribet urusannya. Ia yakin, ini ulah ibu mertuanya. Tetapi, berurusan dengan mertua sangat beresiko, anak wajib hormat orang tua and mertua. Harun mencoba meminta waktu pada petugas bank itu, tetapi rupanya pihak bank tidak bisa mengundur waktu lagi.

Harun mencoba curhat sama salah satu rekan kerjanya, Mbak Hani. Beliau cukup berpengalaman urusan bank. "Mending kamu cerai saja, Run," katanya. Rupanya dia tahu tentang keluarga Harun. Mungkin dari cerita tetangga. Pastinya. Tini yang berada di samping Mbak Hani juga ikut nyambung pembicaraan. "Iya, tidak ada cukupnya kalau seperti itu." Rupanya Harun curhat pada orang yang salah. Dia butuh solusi.

Isu tersebut pun segera menyebar pada seluruh karyawan warung Dapur Bunda. Mas Dimas, salah satu rekan Harun menghampirinya. "Minta bantuan Pak Haji saja," bisiknya. Maksud dia Pak Haji Sidiq, pemilik warung.

"Aku tidak dekat sama beliua, Mas."

"Tidak apa-apa. Beliau baik banget. Ayo, tak antar kalau mau."

***

Sehabis isyak Mas Dimas mengantar Harun ke rumah Pak Haji. Mas Dimas yang menceritakan semuanya pada Pak Haji. “Kenapa tidak kamu ajak istri ikut kerja?” tanya Pak Haji.

“Saya tidak tega, Pak Haji. Biar saya saja yang kerja. Kalau kurang, saya akan cari tambahan.”

“Maasya Allah.” Beliau berpikir sejenak. Sepertinya beliau paham sumber masalahnya. Tak cukup jika hanya dibantu uang. Naik gaji pun juga bukan solusi. “Untuk hutangnya, saya bantu,” kata beliau. Harun senang. “Cuma masalah besarmu bukan itu,” lanjut beliau. “Nomor WA-mu ada di dta karyawan, kan?”

“Ada, Pak Haji.”

“Baik. Nanti saya kabari lewat WA.”

Rupanya Pak Haji Sidiq memegang prinsip: Employee come first, karyawan lebih utama dari pelanggan. Begitu prinsipnya. Karyawan beliau anggap keluarga. Bos sayang karyawan, karyawan akan bekerja sepenuh hati. Pelanggan pun puas. Seminggu berikutnya Pak Haji datang ke rumah Harun sehabis isyak bersama seorang lelaki tua. Pak Haji berbicara banyak pada Harun, istri dan mertuanya. Beliau memberi nasehat. Kemudian beliau mengakhirinya dengan melamar ibu mertua Harun untuk menjadi istri lelaki tua di samping Pak Haji. Rupanya lamaran beliau diterima. Menikahlah mereka.


Belum ada Komentar untuk "Dipaksa Cerai Oleh Orang Tua"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel