Ibadah itu Haram, Poligami Sunnah
Kamis, 28 Januari 2021
Tambah Komentar
______________
______________

"Ngga tau...!!" jawab Subhan.
"Kan belum diberi tau," tambah Hadi.
"Ah, kalian ini...!! Tau, nggak?! Ibadah itu haram, poligami yang sunnah."
Rido mengucap istighfar dan geleng-geleng kepala. Dia sudah yakin sekali Parno akan menjadikan ustadz kebanggaannya sebagai bahan candaan. "Hahahaha... hahahhaaa.... haha...., Wkwkwkww," Subhan tertawa terbahak-bahak. "Ya, sudah, tidak usah sholat. Kawin aja," katanya. "Tu ayam tiap pagi."
"Astaghfirullah... Ilmu kok dibikin candaan," kata Hadi.
"Loh, bener...!! Tanya Ridho," Parno yakin sekali. Rido hanya geleng-geleng kepala.
"Kamu itu memang tidak bakat ngaji, No," kata Subhan.
"Ngaji kok tidak bakat?! Kita itu wajib ngaji," jawab Parno. "Wong ustadznya yang bilang ibadah itu haram, kalau poligami sunnah katanya."
"Memangnya, isi kajiannya cuma itu?" tanya Hadi.
"Banyak...!!"
"Hahahahaa... Parah...!!" kata Subhan. "Jadi, dari semua isi kajian, yang kamu ingat hanya anjuran poligami?!"
Baca juga: Ini rupanya 73 Golonan Umat Akhhir Zaman
Ridho jadi ikut tertawa. "Maksudnya itu haram kalau tidak ada contoh dari Nabi dan Sahabatnya," jelasnya.
Subhan menghela nafas. Emosinya selalu naik jika berbicara tentang ajaran kelompok baru ini. Menurutnya, kelompok ini selalu merasa benar dan tak mau menerima perbedaan. Menurutnya, berbeda itu biasa, tidak harus mengklaim diri paling benar dan tak perlu menyesatkan yang lain. Lagian tidak ada yang melihat langsung turunnya wahyu, tidak ada yang bertemu Nabi langsung. Semua tahu dari ilmunya ulama. Adu keilmiahan ilmu kan biasa.
"Jadi, kita sebagai muslim harus ibadah, tapi yang sudah dicontohkan Nabi saja," lanjut Ridho.
"Dari mana kamu tau kalau itu dicontohkan Nabi dan sahabat?!" tanya Subhan.
Hadi segera menenangkan Subhan. "Sudah, sudah, sudah...!! Tidak usah berdebat." Subhan memalingkan mukanya. Dia tampak marah. "Kita muslim, wajib saling doakan, bukan saling benci." Hadi tidak suka perpecahan. Dia tidak suka berdebat. Dia menghormati semua golongan. Dia menghormati semua ulama dan ustadz, meskipun berbeda pendapat. Memang, baginya, kehadiran kelompok baru yang suka menyalahkan yang berbeda pendapat ini menjadi ancaman persatuan umat. Tetapi, menurut Hadi, membalas perbuatan mereka, hanya memperparah keadaan: perpecahan akan menjadi semakin renggang, caci maki subur berkembang.
Baca juga: Mengalahkan yang Kuliah Ilmu Hadits dan Tafsir Hingga S3
"Kan tinggal baca hadits shohih," jawab Rido, siap berdebat. "Makanya ikuti Quran dan Sunnah."
"Hadits itu diklasifikasikan oleh ulama, Do. Diantara ulama hadits juga ada perbedaan," jawab Subhan. "Jadi, kalaupun kamu baca hadits shohih, sama saja dengan ikut ulama. Quran juga banyak ayat," lanjutnya "kalau mau ikut Quran, ikut ayat yang mana? Butuh menguasai tiga belas ilmu untuk paham Quran. Kamu menguasai apa?"
"Makanya belajar sama ustadz yang benar...!!" kata Rido.
Subhan tak sabar ingin menghajarnya. "Kita ini sudah bertahun-tahun belajar, Do. Kamu yang baru belajar....!! Sok tau...!!"
"Tapi belajarnya keliru," Rido masih lanjut.
"Do...!!" sanggah Subhan. "Kamu baru belajar sudah berani menilai ilmu dan ulama?!" Hadi juga agak marah sebenarnya, tapi dia diam. "Kita orang awam harus hormat ulama, juga ustadz. Istighfar, Akhi. kamu bukan Nabi, bukan sahabat, bukan tabiin...!! Tidak masuk surga orang yang sombong."
"Aku menyampaikan kebenaran."
"Merasa benar atau ada ayat dan hadits yang mengatakan ajaranmu benar? Tunjukkan hadits atau ayat yang mengatakan kamu benar?!"
"Ajaran saya kan bersumber dari Quran dan Hadits?!"
"Quran ayat yang mana?! Ulama hadits juga banyak?! Semua berdasarkan Quran dan Hadits."
"Sudah, sudah, sudah...," Hadi menenangkan keduanya. "Kita saudara dalam iman, harus saling doakan. Kita dipersaudarakan oleh Allah. Jalani keyakinan masing-masing."
"Kebenaran harus disampaikan," sahut Rido.
Subhan memukul tiang gardu. Dia marah. Parno malah nyanyi-nyanyi.
Coba sampaikan ke aku aja, Rido, kebenaran yang kamu maksud. "Dari mana sumber kebenarannya?"
"Dari ustadz yang lurus, yang berdasarkan Quran dan Sunnah."
"Siapa yang mengatakan ustadz itu lurus?"
"Karena dia berdasarkan Quran dan Sunnah."
"Menurutmu kyai-kyai tidak ikut Quran dan Sunnah?"
"Tidak."
"Dari mana kamu tau?"
"Buktinya, jarang menyampaikan ayat dan hadits saat ceramah."
Hadi tersenyum. "Kita sharing ilmu saja ya, Rido. Begini, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam itu sudah menyampaikan bahwa generasi terbaik itu adalah yang hidup di zaman Nabi, yaitu sahabat, kemudian tabiin, dan tabiut tabiin. Tiga generasi saja." Rido mendengarkannya. "Tiga generasi ini pun tidak serta merta langsung memahami sendiri ayat Quran dan Hadits Nabi, masih saling tanya satu sama lain. Kan aneh kalau ada manusia jaman sekarang mengatakan ulama tabiin dan tabiut tabiin keliru. Berdasarkan apa? Kira-kira dia ini punya hafalan hadits lebih banyak dibanding tabiin dan tabiut tabiin yang belajar langsung pada sahabat Nabi?"
"Yaa... tapi kan, kita harus ikut Quran dan Sunnah."
"Iya, tapi maksudnya bukan membaca kitab Hadits dan Quran yang diterjemah itu. Paham bedanya?"
Rido diam saja.
"Kalau ada orang zaman sekarang bisa menilai tabiin dan tabiut tabiin, apa dia merasa sama dengan Nabi? Ilmu agama ini bukan hasil temuan, tapi diwahyukan oleh Allah pada Nabi, lalu diajarkan pada sahabat, terus turun-temurun hingga pada kita. Ilmu hilang ketika ulamanya dipanggil Allah. Kok bisa yang di zaman sekarang merasa lebih baik?"
"Tapi bid'ah itu kan dilarang?"
"Itu urusan lain, Do. Hadits banyak."
"Tapi kan yang shohih saja."
"Shohih menurut ulama yang mana? Adakah hadits yang langsung dishohihkan oleh nabi?"
Rido diam. Parno malah nyanyi istri dua. Subhan tertawa. "Kawin sama janda enak juga ya," kata Parno.
"Ngawur," kata Subhan. "Yang penting kan cantik."
"Bekas. Mau kamu?"
"Yang penting nikmat. Cari janda kaya."
Ridho jadi ikut tertawa. "Maksudnya itu haram kalau tidak ada contoh dari Nabi dan Sahabatnya," jelasnya.
Subhan menghela nafas. Emosinya selalu naik jika berbicara tentang ajaran kelompok baru ini. Menurutnya, kelompok ini selalu merasa benar dan tak mau menerima perbedaan. Menurutnya, berbeda itu biasa, tidak harus mengklaim diri paling benar dan tak perlu menyesatkan yang lain. Lagian tidak ada yang melihat langsung turunnya wahyu, tidak ada yang bertemu Nabi langsung. Semua tahu dari ilmunya ulama. Adu keilmiahan ilmu kan biasa.
"Jadi, kita sebagai muslim harus ibadah, tapi yang sudah dicontohkan Nabi saja," lanjut Ridho.
"Dari mana kamu tau kalau itu dicontohkan Nabi dan sahabat?!" tanya Subhan.
Hadi segera menenangkan Subhan. "Sudah, sudah, sudah...!! Tidak usah berdebat." Subhan memalingkan mukanya. Dia tampak marah. "Kita muslim, wajib saling doakan, bukan saling benci." Hadi tidak suka perpecahan. Dia tidak suka berdebat. Dia menghormati semua golongan. Dia menghormati semua ulama dan ustadz, meskipun berbeda pendapat. Memang, baginya, kehadiran kelompok baru yang suka menyalahkan yang berbeda pendapat ini menjadi ancaman persatuan umat. Tetapi, menurut Hadi, membalas perbuatan mereka, hanya memperparah keadaan: perpecahan akan menjadi semakin renggang, caci maki subur berkembang.
Baca juga: Mengalahkan yang Kuliah Ilmu Hadits dan Tafsir Hingga S3
"Kan tinggal baca hadits shohih," jawab Rido, siap berdebat. "Makanya ikuti Quran dan Sunnah."
"Hadits itu diklasifikasikan oleh ulama, Do. Diantara ulama hadits juga ada perbedaan," jawab Subhan. "Jadi, kalaupun kamu baca hadits shohih, sama saja dengan ikut ulama. Quran juga banyak ayat," lanjutnya "kalau mau ikut Quran, ikut ayat yang mana? Butuh menguasai tiga belas ilmu untuk paham Quran. Kamu menguasai apa?"
"Makanya belajar sama ustadz yang benar...!!" kata Rido.
Subhan tak sabar ingin menghajarnya. "Kita ini sudah bertahun-tahun belajar, Do. Kamu yang baru belajar....!! Sok tau...!!"
"Tapi belajarnya keliru," Rido masih lanjut.
"Do...!!" sanggah Subhan. "Kamu baru belajar sudah berani menilai ilmu dan ulama?!" Hadi juga agak marah sebenarnya, tapi dia diam. "Kita orang awam harus hormat ulama, juga ustadz. Istighfar, Akhi. kamu bukan Nabi, bukan sahabat, bukan tabiin...!! Tidak masuk surga orang yang sombong."
"Aku menyampaikan kebenaran."
"Merasa benar atau ada ayat dan hadits yang mengatakan ajaranmu benar? Tunjukkan hadits atau ayat yang mengatakan kamu benar?!"
"Ajaran saya kan bersumber dari Quran dan Hadits?!"
"Quran ayat yang mana?! Ulama hadits juga banyak?! Semua berdasarkan Quran dan Hadits."
"Sudah, sudah, sudah...," Hadi menenangkan keduanya. "Kita saudara dalam iman, harus saling doakan. Kita dipersaudarakan oleh Allah. Jalani keyakinan masing-masing."
"Kebenaran harus disampaikan," sahut Rido.
Subhan memukul tiang gardu. Dia marah. Parno malah nyanyi-nyanyi.
Coba sampaikan ke aku aja, Rido, kebenaran yang kamu maksud. "Dari mana sumber kebenarannya?"
"Dari ustadz yang lurus, yang berdasarkan Quran dan Sunnah."
"Siapa yang mengatakan ustadz itu lurus?"
"Karena dia berdasarkan Quran dan Sunnah."
"Menurutmu kyai-kyai tidak ikut Quran dan Sunnah?"
"Tidak."
"Dari mana kamu tau?"
"Buktinya, jarang menyampaikan ayat dan hadits saat ceramah."
Hadi tersenyum. "Kita sharing ilmu saja ya, Rido. Begini, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam itu sudah menyampaikan bahwa generasi terbaik itu adalah yang hidup di zaman Nabi, yaitu sahabat, kemudian tabiin, dan tabiut tabiin. Tiga generasi saja." Rido mendengarkannya. "Tiga generasi ini pun tidak serta merta langsung memahami sendiri ayat Quran dan Hadits Nabi, masih saling tanya satu sama lain. Kan aneh kalau ada manusia jaman sekarang mengatakan ulama tabiin dan tabiut tabiin keliru. Berdasarkan apa? Kira-kira dia ini punya hafalan hadits lebih banyak dibanding tabiin dan tabiut tabiin yang belajar langsung pada sahabat Nabi?"
"Yaa... tapi kan, kita harus ikut Quran dan Sunnah."
"Iya, tapi maksudnya bukan membaca kitab Hadits dan Quran yang diterjemah itu. Paham bedanya?"
Rido diam saja.
"Kalau ada orang zaman sekarang bisa menilai tabiin dan tabiut tabiin, apa dia merasa sama dengan Nabi? Ilmu agama ini bukan hasil temuan, tapi diwahyukan oleh Allah pada Nabi, lalu diajarkan pada sahabat, terus turun-temurun hingga pada kita. Ilmu hilang ketika ulamanya dipanggil Allah. Kok bisa yang di zaman sekarang merasa lebih baik?"
"Tapi bid'ah itu kan dilarang?"
"Itu urusan lain, Do. Hadits banyak."
"Tapi kan yang shohih saja."
"Shohih menurut ulama yang mana? Adakah hadits yang langsung dishohihkan oleh nabi?"
Rido diam. Parno malah nyanyi istri dua. Subhan tertawa. "Kawin sama janda enak juga ya," kata Parno.
"Ngawur," kata Subhan. "Yang penting kan cantik."
"Bekas. Mau kamu?"
"Yang penting nikmat. Cari janda kaya."
Belum ada Komentar untuk "Ibadah itu Haram, Poligami Sunnah"
Posting Komentar