Atasanku Sekaligus Bawahanku
Rabu, 01 Juli 2020
Tambah Komentar
______________
______________

"Jujur, secara pribadi, saya sepakat..."
Mungkin beliau tidak sengaja bilang begitu. Orang yang sedang berbicara dengan dirinya adalah wali murid, sedangkan dirinya adalah staf manajemen sekolah. Menurutnya, menyampaikan pandangan pribadi sama dengan menunjukkan adanya hubungan yang tidak sehat dengan atasan atau bawahan. Apalagi lawan bicara bertanya gaya wartawan, banyak tahu seluk-beluk manajemen. Wali murid itu tersenyum. Pak Rahman sepertinya sadar sudah salah ucap.
Sudah hampir 30 menit dialog keduanya tidak selesai-selesai. Pak Rahman paham, banyak bicara dengan orang luar sekolah itu berisiko, mungkin sekali terpeleset ucap, membuka hal yang seharusnya dirahasiakan. Tetapi, Pak Rahman merasa tertekan, merasa tertuntut, hingga akhirnya terpeleset juga membeberkan sedikit rahasia. Beliau memang merasa sulit sekali mengatur sekolah dengan posisi terjepit.
"Waktu rapat kemarin, beliau mengatakan bahwa ini termasuk usaha membangun karakter siswa," kata Pak Rahman sama Pak Budi. "makanya saya menyusun program global seperti ini, mengacu pada draft yang beliau berikan pada saya. Tapi kok beliau malah bilang mengada-ada?"
Baca juga: Ibu Guru Cantik yang Malang
"Tidak anda bilang kalau itu dibuat berdasarkan ide beliau?"
"Kalau dia lagi jadi bawahan, berani saya bilang. Masalahnya, dia tidak pernah bersikap sebagai bawahan saya."
"Hahahahaha..."
"Begini memang kalau sekolahnya terlalu kreatif, inginnya menyaingi kurikulum nasional, semuanya dibuat beda. Hasilnya, malah kacau."
"Otak kita aja yang belum mampu memahami, paling."
"Mungkin. Idenya kreatif sekali, dia atasannya, dia juga bawahannya. Dia ngasih saya arahan, bawahan saya tidak bisa diarahkan."
"Hahahahahaaa..."
"Lah.... Bawahannya dia juga...!!"
"Terus bagaimana komplain wali murid itu?"
"Bingung. Awalnya kan beliau yang menangani. Terus, beliau merasa itu bukan bagiannya, dilimpahkan ke saya sebagai atasannya. Setelah lama berdialog, banyak pertanyaan beliau yang bukan di bagian saya..."
"Sampeyan bilang ke beliau?"
"Percuma. Dari dulu kan begitu. Sebagai atasan, sukanya kan melimpahkan pekerjaan pada bawahan."
"Hahahaha... sampeyan tidak mau niru?"
"Siapa saya?!"
"Seperti rapat yang sebelumnya, Pak, beliau kan bilang kalau saat ini sedang banyak masalah. Nah, terus dipaparkan masalahnya, banyak, sampai tiga halaman."
"Terus minta bawahannya cari ide kreatif?"
"Iya..."
"Setelah nemu ide kreatif, dia tidak mau melaksanakan."
"Hahahaha... alasannya kan atasan harus turun ke lapangan juga."
"Nah, itu. Kok tidak sekalian dia yang nyari ide kreatif? kan itu namanya turun ke lapangan."
***
"Anak saya kok belum bisa Bahasa Inggris ya, Pak?"
Salah seorang wali murid curhat langsung pada wakil direktur. Seperti biasa, beliau selalu punya banyak bahan untuk meyakinkan. Luar biasa memang. Tetapi, rupanya wali murid tersebut bukan sudah cukup sering curhat, anaknya sudah kelas IX, artinya sudah mau lulus. Sejak kelas VII sudah sering curhat dan jawabannya selalu sama. Komplain wali murid selalu menjadi topik utama rapat. Bahkan banyak guru yang merasa dirinya bukan lagi guru, mlainkan babu wali murid.
"Ini untuk diri saya juga," kaa beliau saat rapat. "Jadi, kita harus memperhatikan kepuasan wali murid. Mereka itu, istilahnya, kalau bisnis, pelanggan kita, harus mendapat pelayanan yang bagus."
"Yang bagus itu seperti apa ya?" bisik Pak Edi pada Pak Eko di belakang.
"Tidak tahu."
"Selera wali murid beda-beda."
"Yang komplain paling satu dua..."
"Tapi berduit."
"Nah, itu."
"Coba wali murid yang ekonominya biasa-biasa, tidak punya jabatan, tidak akan didengar."
"Nah, kayak orang tuanya si Rofiq dulu."
"Paahal beliau itu mantan kepala sekolah, cuma kan sekolah di kampung, ya, terlihat miskin mungkin."
bersambung
Belum ada Komentar untuk "Atasanku Sekaligus Bawahanku"
Posting Komentar