Featured post

Menikahi Janda Kaya Untuk Biaya Kuliah

BAB 1: Makan Malam Masakan Ibu Kost Ada orang ketuk pintu. Rian membuka kamar kostnya. Rupanya ibu kostnya, Bu Rahma. "Ibuk masak agak ...

Suami Islami yang Tak Membahagiakan

______________
______________

Suami Islami yang Tak Membahagiakan

"Kamu itu sudah jadi istri, sudah punya tanggung jawab," nasehat suaminya.

Fitri diam saja. Enggan sekali dia memandang suaminya. Suaminya juga tidak pernah memandang wajahnya, kalau dia ingat-ingat, sepertinya hanya pas jadi pengantin saja saling pandang. Komunikasi juga seperlunya, paling ngasih nasehat atau nyuruh mengerjakan sesuatu, atau melarang. Itu saja topik pembicaraannya.

Fitri sering main ke rumah Silvi dan sering curhat. Mereka bersahabat sejak SMP, SMA juga bersama, kuliah juga bersama. Bahkan mereka menikah dengan pria yang juga satu kampus. Tetapi, rupanya Fitri merasa tidak beruntung. Berbeda dengan Silvi, Fitri iri padanya. Suami Silvi, menurutnya, jauh lebih romantis dibanding suaminya.

"Tiap hari marah-marah melulu. Tidak boleh ini, tidak boleh itu," sebenarnya suaminya tidak marah, cuma Fitri merasa itu marahan.

Silvi tersenyum. "Kamu yang sabar, Allah sudah memilihkan yang terbaik."

Nasehat Silvi benar. Apapun yang sudah dimiliki, itulah pemberian Allah yang terbaik, tidak patut mengeluhkannya. Syukurilah itu. Tetapi, bagi Fitri, tidak mudah merubah pandangannya terhadap suami. Wajahnya tak pernah senyum, apalagi becanda. Tak ada tawa di rumahnya. Dirinya seperti hidup dengan seorang raja yang menuntut pengabdiannya.

"Aku tahu, hidup ini memang harus ikut tuntunan agama, tapi kan tidak usah terlalu kolot," maklum, Fitri tidak begitu paham banyak ajaran agama.

"Kalau masalah agama, suami aku sih sama. Hampir tidak pernah lepas dari agama kalau bicara." Ida merasa agak lega, rupanya mirip. "Tapi dia suka bantu aku, bisa masak juga, suka becanda orangnya."

Hmm... Sesak rasanya dada Fitri. "Suami aku mana ada. Kayak patung kalau di rumah."

"Kalau cuma main ke tetangga, aku juga tidak dilarang."

Silvi merasa hidupnya semakin ringan sejak bersuami. Malah semakin enak ada suami yang selalu menemani di rumah. Ia justru khawatir kalau Fitri sering main ke rumahnya, takut suaminya tergoda sama dia.

"Suamiku marah kalau aku main ke sini, aku dilarang kemana-mana, tak boleh bertemu teman," curhat Fitri.

Bagi Silvi itu bagus sih, ia khawatir suaminya kecantol dia. Untung kalau pagi dia kerja. Tapi ia juga merasa kasihan sama Fitri. Main ke tetangga itu biasa sebenarnya. Silvi juga sering kumpul-kumpul sama tetangga. Suami Silvi pernah cerita kisah ummul mukminin Sayyidah Aisyah ra. yang oleh Rasulullah diizinkan bermain boneka. Rasulullah juga tidak melarang teman-teman Aisyah ra. bermain dengan beliau. Rasulullah juga suka becanda, pernah mengajak Aisyah ra. lomba lari. Romantis sekali.

"Rasanya aku ingin cerai saja."

"Astaghfirullah, Fitri. Tiang Arasy berguncang kalau seorang istri minta cerai tanpa alasan yang dibolehkan."

***

"Udah, berhenti, ada Fitri tu," kata Silvi pada suaminya yang terus godain colek-colek dirinya.

Mereka pun pura-pura sibuk. Suaminya pura-pura ngerjakan sesuatu di komputernya. Biasanya Fitri main ke rumah Silvi pagi hari saat suaminya kerja. Entah hari itu ia main di sore hari. Rupanya dia hanya mau cerita kalau suaminya pulang ke rumah orang tuanya. Silvi merasa iba, tapi khawatir suaminya malah malah iba juga dan jatuh hati.

Baca juga: Cinta Sejati Bukan Pada Kecantikan Wajah

"Kalau masih bisa, lebih baik kamu pertahankan, Fit."

"Percuma, Sil."

Silvi ingin  Fitri segera pulang sebenarnya. Biasanya kalu sore ia asik bersenang-senang dengan suami. Yah, terpaksa kali ini libur dulu karena ada sahabatnya.

***

Jam 9 pagi Fitri main lagi ke rumah Silvi. Rupanya ada Nia dan Endang di situ. Mereka berteman juga waktu SD dulu, cuma keduanya tidak kuliah, nikah duluan. "Suaminya pulang katanya ya," kata Endang saat melihat Fitri datang. Silvi ngasih isyarat agar jangan keras-keras. "Kok kayak tambah besar perutnya, Fit?" kata Nia saat Fitri tiba. Sebenarnya tidak, ia hanya ingin basa-basi aja untuk memulai pembicaraan.

Fitri langsung duduk di samping Endang. "Udah pergi kok," katanya.

"Kenapa, Fit?"

"Biar, bikin sebel aja."

"Sih, tidak jablai kamu?" kata Endang.

"Sama aja. Ada atau tidak ada, tetap jablai."

Pikir Nia, berarti benar kata sebagian orang yang bilang suami Fitri tidak jantan. Makanya Fitri mengusirnya. Tetapi, ia juga belum yakin isu itu benar atau tidak. "Kurang jamunya paling, Fit," kata Nia.

"Ah, kamu mikirnya itu terus."

"Hahahaha... Kan kebutuhan."

"Kayak suaminya Mbak Fani, dulu kan juga gitu," sambung Endang. Yakin sekali dia kalu suami Fitri tidak jantan.

"Iya, katanya. Lemes."

Silvi tertawa. Seru juga rupanya topiknya. "Masak tidak bangun sama sekali?" tanyanya.

"Ya bangun, cuma sebentar, katanya."

"Mending tidak usah, kalau cuma sebentar," sambung Endang.

Fitri jadi ingin. Hmmm...

"Itu sembuh, katanya minum rebusan akar putri malu."

"Iya, ceria lagi mbak Fani. Hahaha..."

"Perempuan kalau tidak gituan jadi sering stres."

Ida tertawa mendengarnya Vulgar bener mereka.

***

Fitri dimarahi ibunya. Katanya dia tidak bisa membahagiakan sumi. "Sudah dikasih uang belanja, sudah kewajiban membuat suami senang," kata ibunya. Bu De-nya juga begitu. "Beruntung dapat suami baik," katanya. Fitri diam saja tidak menghiraukan. "Rejekinya sudah lancar," lanjut Bu Denya. "Memang begitu hidup berumah tangga, kadang rukun, tapi rejekinya tidak lancar." Benar juga, pikir Fitri.

bersambung

Belum ada Komentar untuk "Suami Islami yang Tak Membahagiakan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel